BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem
musculoskeletal meliputi tulang, persendian, otot, tendon, dan bursa. Masalah
yang berhubungan dengan struktur ini sangat sering terjadi dan mengenai semua
kelompok usia. Masalah sistem musculoskeletal biasanya tidak mengancam jiwa,
namun mempunyai dampak yang bermakna terhadap aktivitas dan produktivitas
penderita. Masalah tersebut dapat dijumpai di segala bidang praktik
keperawatan, serta dalam kehidupan sehari-hari.
Trauma
dari sistem musculoskeletal bervariasi dari strain
otot yang sederhana hingga patah tulang dengan kerusakan jaringan lunak yang
parah. Insidens dari trauma terhadap sistem ini meningkat, sebagian karena
berkembangnya minat ke arah latihan fisik yang rutin. Jogging, berlari, dan aktivitas-aktivitas olahraga yang melibatkan
raket dan bola mengakibatkan munculnya gangguan-gangguan pada otot dan tulang.
Meningkatnya
populasi lansia juga berkontribusi terhadap tingginya insidens dari fraktur.
Seiring dengan bertambahnya usia, seseorang menjadi lebih beresiko terhadap
terjadinya penurunan dari masa tulang/ atau tulang menjadi rapuh sehingga mudah
patah saat orang tersebut terjatuh. Pinggang, pergelangan tangan, vertebral dan
fraktur pelvis sering terjadi pada kelompok usia ini. Dimana hal ini menurunkan
kemampuan fisik dan psikososial seseorang dan merupakan tantangan bagi perawat
untuk memberikan perawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Fisiologik
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang
lebih 25% berat badan, dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan dan
baiknya fungsi sistem musculoskeletal sangat bergantung pada sistem tubuh tang
lain. Struktur tulang memberi perlindungan terhadap organ vital, termasuk otak,
jantung, dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga
struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak.
Matriks tulang menyimpan kalsium, fosfor, magnesium, dan fluor. Lebih dari 99%
kalsium tubuh total terdapat dalam tulang. Sumsum tulang merah yang terletak
dalam rongga tulang menghasilkan sel darah merah dan putih dalam proses yang
dinamakan hematopoesis. Kontraksi
otot menghasilkan suatu usaha mekanik untuk gerakan maupun produksi panas untuk
mempertahankan temperatur tubuh.
Ø Sistem
skelet
Ada 206 tulang dalam
tubuh manusia, yang terbagi dalam empat ketegori: tulang panjang (mis., femur),
tulang pendek (mis., tulang tarsalia), tulang pipih (mis., sternum), dan tulang
tak teratur (mis., vertebra). Bentuk dan konstruksi tulang tertentu ditentukan
oleh fungsi dan gaya
yang bekerja padanya.
Tulang
tersusun oleh jaringan tulang kanselus (trabekular atau spongius) atau kortikal
(kompak). Tulang panjang (mis., femur berbentuk seperti tangkai atau batang
panjang dengan ujung yang membulat. Batang atau diafisis, terutama tersusun
atas tulang kortikal. Ujung tulang panjang dinamakan epifisis dan terutama
tersusun atas tulang kanselus. Plat epifisis memisahkan epifisis dari diafisis
dan merupakan pusat pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Pada orang dewasa,
mengalami kalsifikasi. Ujung tulang panjang ditutupi oleh kartilago artikular
pada sendi-sendinya. Tulang panjang disusun untuk menyangga berat badan dan
gerakan. Tulang pendek (mis., metacarpal) terdiri dari tulang kanselus ditutupi
selapis tulang kompak. Tulang pipih (mis., sternum) merupakan tempat penting
untuk hematopoesis dan sering memberikan perlindungan bagi organ vital. Tulang
pipih tersusn dari tulang kanselus diantara dua tulang kompak. Tulang tak
teratur (mis., vertebra) mempunyai bentuk yang unik sesuai dengan fungsinya.
Secara umum struktur tulang tak teratur sama dengan tulang pipih.
Struktur tulang panjang; komposisi tulang kompak
Tulang
tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas
98% kolagen dan 2% substansi dasar (glukosaminoglikan [asam polisakarida] dan
proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi
tulang dan terletak dalam osteon (unti matriks tulang). Osteoklas adalah
multinuclear (berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpi dan
remodeling tulang.
Osteon
merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa. Di tengah osteon terdapat
kapiler. Di sekeliling kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan
lamella. Di dalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui
prosesus yang berlanjut ke dalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang
diselimuti di bagian luar oleh membrane fibrus padat dinamakan periosteum.
Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya untuk tumbuh, selain
sebagai tempat perlekatan tendon dan ligament. Periosteum mengandung saraf,
pembuluh darah dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum
adalah membrane vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan
rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklas yang melarutkan tulang untuk
memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna Howship
(cekungan pada permukaan tulang).
Sumsum
tulang merupakan jaringan vaskuler dalam rongga sumsum (batang) tulang panjang
dan dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah yang terutama terletak di sternum,
ileum, vertebra dan rusuk pada orang dewasa, bertanggung jawab pada produksi
sel darah merah dan putih. Pada orang dewasa, tulang panjang terisi oleh sumsum
lemak kuning.
Jaringan
tulang mempunyai vaskularisasi yang sangat baik. tulang kanselus menerima
asupan darah yang sangat banyak melalui pembuluh metafisis dan epifisis.
Pembuluh periosteum mengangkut darah ke tulang kompak melalui kanal Volkmann
yang sangat kecil. Selain itu, ada arteri nutrient yang menembus periosteum dan
memasuki rongga meduler melalui foramina (lubang-lubang kecil). Arteri nutrient
memasok darah ke sumsum dan tulang. Sistem vena ada yang mengangkut arteri ada
yang keluar sendiri.
Ø Pembentukan
tulang
Tulang
mulai terbentuk lama sebelum kelahiran. Osifikasi adalah proses dimana matriks
tulang (disini kolagen dan serabut dasar) terbentuk dan pengerasan mineral
(disini garam kalsium) ditimbun di serabut kolagen dalam suatu lingkungan
elektronegatif. Serabut kolagen memberi kekuatan terhadap tarikan pada tulang,
dan kalsium memberikan kekuatan terhadap tekanan pada tulang.
Ada dua model dasar
osifikasi: intramembran dan endokondral. Penulangan intramembranous di mana
tulang utmbuh di dalam membrane, terjadi pada tulang wajah dan tengkorak. Maka
ketika tengkorak mengalami penyembuhan, terjadi union secara fibrus. Bentuk
lain pembentukan tulang adalah penulangan endokondral, dimana terbentuk dahulu
model tulang rawan (osteoid), kemudian mengalami resorpsi, dan diganti oleh
tulang. Kebanyakan tulang di tubuh terbentuk dan mengalami pemnyembuhan melalui
osifikasi endokondral.
2.2 Definisi Fraktur
Tulang yang normal mampu untuk bertahan
dari kompresi, ekstensi yang berlebihan, dan tekanan pada tulang. Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas tulang yang terjadi saat tulang mengalami
tahanan atau tekanan melebihi yang mampu diatasi tulang. Fraktur dapat terjadi
pada semua bagian di tubuh pada semua tingkatan usia. Patofisiologi dasar dan
manajemen keperawatan hampir sama untuk semua fraktur, terlepas dari tipe dan
lokasi fraktur. Bila dikelompokkan berdasarkan penyebab fraktur dapat dibedakan
menjadi 3 kategori utama : fraktur yang disebabkan oleh injury yang tiba –
tiba, fraktur stres atau fatigue, dan fraktur patologis. Fraktur yang paling
umum adalah fraktur sebagai akibat dari
injury yang tiba – tiba. Tahanan yang menyebabkan fraktur dapat langsung
seperti saat jatuh, atau tidak langsung seperti adanya trauma atau kontraksi
otot yang berlebihan dan kemudian ditransmisikan keseluruh permukaan tulang.
Sebagai contoh, ujung dari radius atau clavicula dapat mengalami fraktur dari
tahanan tidak langsung sebagai akibat dari tertariknya lengan secara
berlebihan. Fraktur yang fatigue biasanya sebagai akibat dari penggunaan tulang
secara berlebihan yang berulang – ulang. Nyeri sebagai akibat dari perlukaan
ini biasanya terjadi pada ekstremitas bagian
bawah terutama nyeri pada posterior medial tibia, yang dialami oleh orang yang
aktif, seperti atlet lari. Fraktur stres pada tibia ini mungkin disalah artikan
dengan “ shin split” , terminologi yang tidak spesifik untuk nyeri pada kaki
bagian bawah akibat jalan atau lari yang berlebihan, hal ini dikarenakan
fraktur stres yang sering kali tidak tampak pada pemeriksaan x – ray sampai 2
minggu setelah onset dari gejala.
Fraktur patologis terjadi pada tulang yang
mengalami kelemahan akibat penyakit atau tumor. Fraktur jenis ini mungkin dapat terjadi secara
spontan bahkan dengan stres yang sedikit atau tidak sama sekali. Penyulit yang
dimaksud bisa lokal seperti pada infeksi, kista atau tumor, atau bisa luas
seperti osteoporosis, paget’s disease, atau tumor yang terdiseminasi..
2.3 Klasifikasi Fraktur
Fraktur
biasanya diklasifikasikan menurut lokasi, tipe, dan arah atau pola dari garis
fraktur.
·
Lokasi. Tulang panjang dibagi menjadi 3 bagian :
proksimal, bagian tengah dan distal. Fraktur pada tulang panjang dideskripsikan
dengan hubungannya dengan posisinya terhadap tulang. Deskripsi lainnya
digunakan saat fraktur mengenai kepala atau leher dari tulang, melibatkan
persendian atau dekat dengan prominen seperti pada kondilus atau malleolus.
·
Tipe. Tipe dari fraktur itentukan dengan
bagaimana hubungan fraktur terhadap
lingkungan eksternal, derajat dari putusnya kontinuitas tulang dan karakter –
karakter dari dari potongan – potongan fraktur. Fraktur dapat diklasifikasikan
sebagai fraktur terbuka atau tertutup. Saat fragmen tulang menembus keluar
kulit, fraktur disebut fraktur terbuka atau compound fraktur. Fraktur jenis ini
sering kali diberikan tingkatan untuk membedakan tingkat keusakan jaringan.
Tingkat I menunjukkan perlukaan yang paling sedikit dan kerusakan kulit yang
tidak besar. Tingkat II, fraktur terbuka diikuti dengan konstusi kulit dan
otot. Tingkat yang paling parah adalah tingkat III dimana terdapat kerusakan
kulit, otot, jaringan saraf dan pembuluh darah dan perlukaan yang lebih besar
dari 6 – 8 cm. Fraktur terbuka mempunyai komplikasi infeksi, osteomyelitis,
penyatuan yang lambat atau tidak menyatu sama sekali. Pada fraktur yang
tertutup, tidak terdapat hubungan antara tulang dengan lingkungan eksternal.
Fraktur tertutup atau simple fracture tidak meluas menembus kulit sehingga
tidak tampak adanya luka. Perawat harus familiar dengan perbedaan dari tipe –
tipe ini karena membutuhkan penanganan yang berbeda – beda pula.
Derajat dari fraktur dideskripsikan dalam
lingkup putusnya kontinuitas jaringan tulang, apakah parsial atau komplit.
Fraktur Greenstick, seperti yang biasa terjadi pada anak – anak adalah contoh
dari putusnya kontinuitas jaringan yang parsial. Jenis patah tulang ini terjadi
karena tulang pada anak – anak terlebih sebelum usia 10 tahun, lebih resilient dibanding
tulang orang dewasa. Sebagai tambahan untuk mendefinisikan fraktur yang
berdasarkan tipenya, fraktur sering kali dikarakterkan dengan penyebabnya.
Fraktur patologis (spontan) terjadi pada tulang yang mengalami pelemahan oleh
penyakit. Sebagai contoh, adalah umum bagi klien dengan kanker tulang mengalami
patah tulang, perlukaan disebut fatigue fraktur.
Fraktur juga dideskripsikan oleh karakter –
karakter dari potongan – potongan fraktur. Comminuted fracture mempunyai lebih
dari 2 potongan. Compression fracture, seperti yang terjadi pada tulang
belakang, melibatkan 2 tulang yang bertabrakan. Fraktur disebut impacted jika
fragmen fraktur wedged bersamaan. Tipe ini biasanya terjadi pada humerus dan
tidak terlalu berbahaya dan sering kali ditangani tanpa operasi.
·
Pola.
Arah dari trauma atau
mekanisme injury menyebabkan konfigurasi tertentu atau pola dari fraktur.
Reduksi adalah restorasi tulang yang patah kembali pada posisi anatomis
normalnya. Pola dari fraktur menginikasikan asal dari traumanya dan memberikan
informasi tentang cara termudah agar terjadi reduksi.
Fraktur
transverens disebabkan oleh adanya tekanan yang bersudut. Fraktur spiral
terbentuk dari gerakan yang memutar. Fraktur transverens tidak biasanya berubah
letak atau kehilangan posisinya setelah mengalami reduksi. Namun dilain pihak
fraktur spiral, oblique, dan comminuted sering kali tidak stabil dan berubah
posisi setelah mengalami reduksi.
Tipe-tipe
fraktur
Ø Fraktur
pada lokasi-lokasi tertentu
Ekstremitas atas
·
Clavicula.
Fraktur klavikula dapat
terjadi sebagai akibat dari jatuh pada tangan yang tertarik berlbihn, jatuh
pada bahu atau injury secara langsung. Sebagian besar fraktur klavikula sembuh
sendiri, bidai atau perban digunakan untuk immobilisasi. Yang komplit, walaupun
tidak umum, mungkin menggunakan ORIF.
·
Scapula.
Fraktur skapula tidak umum
dan biasanya oleh bentrokan secara langsung pada area tersebut. Immobilisasi
bahu dengan “ sling” sampai penyembuhan terjadi.
·
Humerus. Fraktur pada proksimal humerus, terutama fraktur
yang impacted atau displaced umumya terjadi pada lansia. Impacted injury
biasanya di treatment secara konservatif dengan “sling” umtuk immobilisasi.
Fraktur tungkai humerus secara umum dibetulkan dengan closed reuction dan menggantungkan lengan dengan penyangga
atau dibidai. Jika diperlukan, fraktur diperbaiki secara pembedahan dengan
tongkat intramedullary atau papan besi atau dengan external fixation.
Kelumpuhan nervus radial merupakan komplikasi yang sering terjadi dari fraktur
tipe ini, sekitar 12 % dari klien dengan fraktur humeral (schoen, 1986).
Pukulan langsung pada condiles dari distal humerus dapat menyebabkan satu atau
kedua condyles fraktur, biasanya dalam bentuk T atau Y. Komplikasi yang paling
sering terjadi pada fraktur ini adalah kerusakan nervus brachial atau median.
Treatment traction dan penyangga dapat digunakan.
·
Olecranon. Fraktur olecranon secara umum relatif
terjadi pada orang dewasa dan akibat jatuh pada siku. Beberapa kasus berhasil
dengan menggunakan treatment closed reduction dan aplikasi dengan
menggunakan penyangga, walaupun biasanya proses penyembuhan ini mungkin
dibutuhkan sebelum siku digunakan secara penuh. Untuk displaced fracture,
menggunakan ORIF dan bidai selama penyembuhan.
·
Radius
dan ulna. Fraktur lengan
depan dari ulna tanpa disertai injury pada radius jarang terjadi. Seperti
fraktur pada lengan panjang yang lain closed reduction dengan penyangga
mungkin digunakan dalam penatalaksanaan. Jika fraktur displaced, menggunakan
ORIF dengan intramedullary plates. Fraktur colles atau radius bagian distal,
umum terjadi pada lansia ( terutama wanita) karena itu paling sering terjadi
akibat jatuh pada tangan yang terbuka. Distal dari radius mempunyai presentase
paling besar dari tulang cancellow, yang merupakan tipe tulang yang cenderung
mengalami opsteoporosis. Pilihan untuk reduction dan immobilisasi meliputi
pembidaian, menyangga, plaster dan fiksasi dengan menggunakan pen, atau fiksasi
eksterna dengan rangka.
·
Pergelangan
tangan dan telapak tangan.
Fraktur dari satu atau lebih tulang pda pergelangan atau telapak tangan dapat
terjadi, tapi paling umum melibatkan “carpal schapoid” dan terjadi pada laki –
laki dewasa muda. Itu juga merupakan salah satu dari yang paling banyak fraktur
yang salah didiagnosa karena kurang terlihat pada film x-ray. Closed reduction dan
penyangga untuk 6-12 minggu merupakan penatalaksanaan yang dipilih. Jika
penyembuhan tidak terjadi, open reduction dan bone grifting
dilakukan. Fraktur pada metakarpal dan phalanges biasanya tidak displaced, yang
membuat penatalaksanaan dan penyembuhannya lebih mudah dibanding fraktur yang
lain. Fraktur metakarpal diimobilisasi untuk 4 – 6 minggu; phalangeal fracture
diimmobilisasi pada jari untul 10-14 hari.
Ekstremitas bawah
·
Pinggang. Yang termasuk fraktur piggang adalah
sepertiga bagian atas femur dan diklasifikasikan sebagai intracapsular atau
ekstrakapsular. Klasifikasi ini dibagi berdasarkan lokasi fraktur. fraktur pada
paha sebagian besar terjadi pada lansia terutama pada wanita yang mengalami
osteoporosis. Diperkirakan bahwa hampir setengah klien lansia yang mengalami
fraktur pada paha meninggal dalam waktu 1 tahun karena injury yang berasal dari
komplikasi medis yang disebabkan oleh fraktur atau oleh immobilitas yang
terjadi setelah fraktur. sebagian besar fraktur pada paha disebabkan karena
jatuh, sering juga karena pukulan / displacement, khususnya pada leher tulang
femur. Treatment yang dipilih yaitu pembedahan ketika dimungkinkan lansia dapat
meninggalkan tempat tidurnya. Tergantung pada lokasi fraktur, ORIF termasuk
penyangga intramedullary, pen, atau plat seperti sekrup. Klien yang dipasang
sekrup dapat meninggalkan rumah sakit beberapa hari setelah pembedahan dan
mempunyai potensial terkena infeksi lebih rendah jika dibandingkan dengan klien
yang dilakukan dengan prosedur yang lain. Jika leher atau kepala femur patah,
dapat menggunakan penggantian struktur yang lama dengan yang baru. Pilihan
non-bedah seperti penggunaan traksi kulit biasanya Buck, dan traksi skelet yang
biasanya menggunakan kait.
Karena
fraktur pada paha sering terjadi, dimana lebih dari 250.000 per tahun di AS,
perawat di semua layanan kesehatan harus mengetahui bagaimana cara memberikan
perawatan khususnya kebutuhan –kebutuhan klien lansia dengan fraktur tipe ini.
·
Femur.
Fraktur pada 2/3 distal
pada femur biasanya diakibatkan karena trauma, sering juga terjadi karena
kecelakaan. Fraktur pada femur jarang diimobilisasi, karena otot paha yang kuat
menjai spastic, yang menyebabkan displacement dari tulang. Traksi skelet dengan
kait merupakan tipe terapi non bedah. Pembedahan dengan ORIF yaitu dengan paku,
penyangga atau sekrup. Pada beberapa kasus, menggunakan fiksasi eksterna.
·
Patella.
Hampir sama dengan fraktur
yang lain, fraktur patella akibat dari pukulan langsung pada patella tersebut.
Perbaikan fraktur dilakukan dengan reduksi tertutup dan fiksasi internal dengan
sekrup.
·
Tibia
dan fibula. Trauma pada
kaki bagian bawah sebagian besar akibat dari fraktur pada tibia dan fibula,
terutama 1/3 bawah. 3 dasar terapi yaitu closed reduction dengan
external fixation, dan internal. Jika closed reduction digunakan, klien
menggunakan gips paling tidak 8-10 minggu. Internal fixation dengan paku atau
plat dan sekrup dipakai untuk gips pada tulang panjang selama 4-6 minggu. Jika
fraktur menyebabkan kerusakan jaringan lunak, penggunaan external fixation
dapat dilakukan selama 6-10 minggu.
·
Pergelangan
dan telapak kaki. Fraktur
pada pergelangan kaki digambarkan oleh letak anatomi dari injury tersebut.
Misalnya, fraktur bimalleolar melibatkan malleolus media pada tulang tibia dan
malleolus lateral pada tulang fibula. Karena ketidak mampuan sendi pada
pergelangan kaki, fraktur dapat diakibatkan dari supinasi dan eversi, pronasi
dan abduksi, atau pronasi dan eversi. Injury pada pergelangan kaki biasanya
membentuk spiral, transversal, atau oblique, dimana sulit untuk dilakukan
treatment dan merupakan masalah dalam proses penyembuhan. Kombinasi open &
close tecniquedapat digunakan tergantung pada keparahan dan luas fraktur.
arthrodesis (fiksasi sendi dengan pembedahan) mungkin dibutuhkan jika tulang
tidak sembuh.
Fraktur
pada telapak kaki atau jari – jari kaki di treatment hampir sama dengan fraktur
yang lain, dengan clesed reduction atau open reduction. Fraktur
pada jari – jari kaki lebih menyakitkan tapi tidak terlalu serius pada sebagian
besar tipe fraktur.
·
Rusuk
dan sternum. Trauma dada
yang disebabkan karena fraktur pada tulang rusuk atau tulang sternum; berada
pada peringkat nomer 4 dari 8 jenis fraktur yang sering terjadi. Dada mungkin
diimmobilisasi dengan perban elastik atau sabuk dada. Meskipun hal ini jaramg
digunakan karena dapat mengganggu pernafasan dan membatasi pergerakan paru –
paru saat bernafas. Kemungkinan yang terjadi pada fraktur tulang rusuk dan
tulang sternum adalah potensial tertusuknya paru – paru, jamtung, atau arteri
oleh pecahan tulang. Fraktur pada rusuk bagian bawah dapat merusak organ
dibawahnya seperti hati, limpa, atau ginjal.
·
Pelvis.
Karena letaknya pelvis
yang dekat dengan organ – organ utama dan arteri, manajemen fraktur dipusatkan pada
pengkajian dan treatment berhubungan dengan kerusakan internal. Fraktur pada
merupakan penyebab kematian yang kedua yang sering terjadi setelah injury pada
kepala. Jenis fraktur ini bisa disebabkan karena kecelakaan atau jatuh dari
gedung pada orang dewasa muda atau juga bisa karena jatuh pada lansia trauma
abdomen interna dikaji dengan memeriksa apakah ada darah dalam urin dan feses
dengan melihat abdomen untuk mengembangkan apakah ada pembengkakkan.
Fraktur
pada pelvis dibagi menjadi 2 kategori yaitu non-weight bearing dan weight bearing. Jika bagian non – weight bearing pada pelvis fraktur,
terapi dapat digunakan dengan bedrest pada matras yang kaku. Tipe fraktur ini
dapat sangat menyakitkan, dan klien mungkin membutuhkan pelunak feses untuk
memudahkan defekasi.
2.4 Etiologi
Penyebab
utama/primer dari fraktur adalah trauma, bisa karena kecelakaan kendaran
bermotor, olahraga, malnutrisi . Trauma
ini bisa langsung/tidak langsung (kontraksi otot, fleksi berlebihan). Osteoporosis meningkatkan resiko terjadinya
fraktur tulang pada orang tua.
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress
yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh
pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem .
·
Insidens
Insiden
fraktur tergantung pada lokasi trauma.
Fraktur kosta adalah jenis fraktur yang sering terjadi pada usia
dewasa. Anak usia kurang dari 5 tahun
paling sering mengalami fraktur servikal (Pellino: 1986). Orang tua sangat beresiko terhadap fraktur
paha. Fraktur pergelangan tangan banyak
terjadi pada dewasa.
·
Pencegahan
Banyak
jenis fraktur yang dapat dicegah dengan menggunakan peralatan pengaman seperti;
sabuk pengaman , supaya dapat mengurangi insiden kecelakaan kendaraan bermotor,
peringatan ketika berolahraga. Di rumah
sakit disediakan peringatan keamanan, lantai yang bersih.
2.5 Patofisiologi
(Penyembuhan)
Penyembuhan
tulang terjadi hampir sama dengan penyembuhan jaringan lunak. Akan tetapi
proses penyembuhan tulang memiliki proses yang lebih rumit dan memakan waktu
yang lebih lama. Walaupun metode penyembuhan tulang yang pasti masih
diperdebatkan, telah ditetapkan 5 tahapan penyembuhan tulang : pembentukan
hematoma, proliferasi selular, pembentukan kalus, osifikasi dan remodeling.
Derajat dari respon selama masing-masing tahap ini mempunyai proporsi langsung
pada perluasan trauma.
- Pembentukan hematoma
Pembentukan hematoma terjadi
selama 48-72 jam pertama setelah fraktur terjadi. Sebagai hasil dari
pembentukan hematoma , factor pembekuan darah tetap berada di area sekitar
fraktur yang kemudianmenginisiasi kerja fibrin, yang mmungkinkan pembentukan
fibroblas dan pembuluh darah yang baru. Jaringan granulasi sebagi hasil dari
fibroblas dan pembuluh-pembuluh baru, secara bertahap menginvasi dan
menggantikan bekuan darah. Saat terbentuk hematoma yang cukup besar penyembuhan
menjadi terhambat karena makrofag,platelet,oksigen dan nutrisi untuk pembentuk
kalus terhalangi untuk dapat masuk ke area fraktur.
- Proliferasi selular
Tiga
lapisan tulang terlibat dalam proliferasi seluler yang terjadi selama
penyembuhan tulang yaitu periosteum atau lapisan lapisan terluar yang membugkus
tulang ; endosteum atau lapisan dalam dan medulary canal yang mengandung
sum-sum tulang. Selama proses ini osteoblas, atau sel pembentuk tulang
mengalami perbanyakan dan berdiferensiasi menjadi kalus fibrocartilagenous.
Kalus fibrocartilagenouslebih lunak dan fleksibel daripada kalus. Proliferasi
selular dimulai dari bagian distal dari tulang dimana pada bagian ini terdapat
lebih banyak mengandung pembuluh darah. Setelah beberapa hari
fibricartilago”collar” menetap disekitar lokasi fraktur. Ujung dari collar pada
kedua sisi dari fraktur pada akhirnya akan menyatu membentuk jembatan yang
menghubungkan fragmen-fragmen tulang
- Pembentukan kalus
Selama
masa awal pembentukan kalus fraktur menjadi kaku seiring dengan osteoblas yang
terus bergerak masuk dan menembus jembatan fibrin. Kartilago terbentuk pada
daerah fraktur dimana terdapat sirkulasi yang lebih sedikit. Pada area dimana
terjadi insersi otot, sirkulasi periosteal lebih baik, membawa nutrisi yang
dibutuhkan oleh jembatan kalus. Tulang mengalami kalsifikasi seiring dengan
terdepositnyagaram-garam mineral. Tahap ini terjadi 3-4 minggu
- Ossifikasi
Ossifikasi melibatkan lapisan
terakhir dari tulang tahap ini adalah tahap dimana fraktur telah terhubung
dengan jembatan dan fragmen fraktur terbentuk. Sel tulang yang matang
menggantikan kalus dan kalus secara perlahan di reabsorbsi oleh osteoclast (
sel-sel yang mereabsorbsi tulang ). Lokasi fraktur menjadi keras dan tidak
dapat digerakkan dan tampak sudah menyatu pada pemeriksaan radiografi. Paa saat
ini sudah aman untuk menyingkirkan penyangga.
- Remodelling
Remodelling
melibatkan resorbsi dari kalus yang berkembang diantara ruang sum-sum tulang
dan mengelilingi lokasi eksternal dari fraktur. Proses remodeling diarahkan
oleh stress mekanis dan beban yang diberikan. Proses ini berlanjut sesuai
dengan hokum Wolff dimana tulang merespon stress mekanis dengan menjadi lebih
tebal dan lebih kuat sehubungan dengan fungsinya
Penyembuhan patah tulang panjang. (A)
Segera setelah terjadi patah tulang, terbentuk bekuan darah yang besar dalam
subperiosteum dan jaringan lunak. (B) Fase inflamasi: neovaskularisasi dan awal
pengaturan bekuan darah. (C) Fase reparasi: pembentukan kalus kartilago dan
jarring-jaring tulang dekat tempat patah tulang. (D) Fase remodeling: korteks
mengalami revitalisasi.
Waktu
penyembuhan tergantung lokasi dari fraktur, kondisi dari fragmen fraktur, pembentukan
hematoma, faktor-faktor internal dan lokal lainnya. Secara umum fraktur pada
tulang panjang, fraktur yang mengalami perpindahan posisi dan fraktur dengan
permukaan lebih kecil sembuh lebih lambat
Tulang biasa kembali normal dalam 6 bulan
setelah penyatuan lengkap. Bagaimanapun untuk kembali kepada fungsinya secara
sempurna akan memakan waktu lebih lama lagi.
Penyembuhan
dapat terpengaruh oleh berbagai faktor dalam proses penuaan. Pembentukan tulang dan kekuatannya bergantung
pada nutrisi yang adekuat. Kalsium, fofat, vitamin D dan protein dibutuhkan
untuk produksi tulang yang baru. Hilangnya estrogen, yang terjadi setelah
menopause menurunkan kemampuan tubuh untuk membentuk tulang yang baru. Adanya
penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi penyembuhan tulang. Sebagai contoh
penyakit vascular perifer seperti arteriosclerosis, mengurangi sirkulasi arteri
ke tulang sehingga tulang menerima oksigen dan nutrisi lebih sedikit yang
dibutuhkan untuk penyembuhan.
- Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan :
Faktor-faktor
yang mempengaruhi penyembuhan tulang berbeda-beda pada masing-masing pasien dan
factor-faktor tersebut antara lain :
-
Asal
dari perlukaan atau kegawatan dari trauma termasuk fraktur displacement, edema,
oklusi arteri dengan perlukaan.
-
Derajat
dari pembentukan jembatan selam proses penyembuhan.
-
Jumlah
dari hilangnya tulang (hal ini dapat menyebabkan besarnya jembatan yang harus
dibentuk selama penyembuhan).
-
Tipe
dari tulang yang mengalami perlukaan (tulang kancelus sembuh lebih cepat
daripada tulang cortical).
-
Derajat
dari immobilisasi yang tercapai (pergerakan akan mengganggu jembatan fibrin dan
akan terbentuk cartilago bukan tulang).
-
Infeksi
lokal dapat menghambat proses penyembuhan.
-
Keganasan
lokal harus ditatalaksana sebelum proses penyembuhan dimulai.
-
Nekrosis
tulang dapat menghambat vaskularisasi ke bagian tulang yang fraktur.
-
Fraktur
intraarticular (dalam sendi) mungkin proses penyembuhannya lama dan dapat
timbul arthritis.
·
Faktor-faktor
yang menghambat penyembuhan :
-
Usia
-
Medikasi
-
Penyakit
: DM, Rhematoid arthritis
-
Tekanan
local pada daerah fraktur
-
Masalah
sirkulasi
-
Penyakit
koagulasi
-
Kurangnya
nutrisi
2.6 Manifestasi Klinis
Tanda
dan gejala dari fraktur adalah nyeri, nyeri tekan pada lokasi kerusakan tulang,
bengkak, hilangnya fungsi tulang, deformitas dari bagian yang terkena dan
mobilitas yang abnormal. Deformitas yang terjadi bervariasi menurut tipe dari
tahanan yang menyebabkan, area dari tulang, tipe dari fraktur yang terjadi, dan
kekuatan serta keseimbangan dari otot – otot di sekitar tulang.
Pada
tulang panjang terdapat 3 jenis deformitas ; angulation (membentuk sudut), shortening (memendek), dan
rotasi. Fragmen tulang yang kemudian membentuk sudut mungkin dapat dirasakan
pada lokasi fraktur dan sering kali mendorong jaringan lunak disekitarnya yang
sering kali menimbulkan luka pada kulit. Adanya tekanan penyatuan dan tidak
seimbangnya dorongan otot dapat menyebabkan terbentuknya sudut. Memendeknya
ekstremitas terjadi saat fragmen tergelincir dan tumpang tindih dengan tulang
yang lainnya, oleh karena tarikan dari otot pada ekstremitas. Deformitas rotasional terjadi saat fragmen fraktur
berputar keluar dari sumbu longitudinal normalnya, hal ini dapat terjadi akibat
dari rotasional strain oleh fraktur,
atau tarikan yang tidak seimbang oleh otot yang menempel pada fregmen fraktur.
Krepitus dapat terdengar saat fragmen tulang bergesekan satu sama lain. Pada
kasus fraktur terbuka, akan dapat terjadi perdarahan. Kehilangan darah akibat
fraktur pelvis atau fraktur tulang panjang yang multiple dapat menyebabkan syok
hipovolemik.
Sesaat
setelah fraktur terjadi, saraf pada daerah yang terkena mungkin dapat
kehilangan fungsinya untuk sementara. Area tersebut mungkin menjadi mati rasa,
dan otot disekitarnya menjadi lemah. Kondisi ini disebut local shock. Selama masa ini, yang mungkin berlangsung selama
beberapa menit hingga setengah jam, tulang yang patah mungkin dapat mengalami
reduksi dengan nyeri yang minimal atau bahkan tanpa nyeri sama sekali. Setelah
masa singkat ini, sensasi nyeri timbul kembali, disertai dengan spasme otot dan
kontraksi dari otot – otot disekitarnya.
2.7 Komplikasi Fraktur
Terlepas
dari tipe atau lokasi fraktur, beberapa komplikasi yang berbahaya dapat terjadi
sebagai akibat dari perlukaan. Perawat harus mampu mengenali manifestasi klinis
yang menunjukkan adanya komplikasi sehingga perawatan dapat dimulai sesegera
mungkin. Pada beberapa kasus, memonitor secara teliti dapat mencagah terjadinya
komplikasi.
Komplikasi
dari fraktur dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu : komplikasi awal yang
diasosiasikan dengan kehilangan kontinuitas skeletal, injuri dari fragment
tulang, tekanan dari balutan, perdarahan dan berkembangnya emboli lemak. Yang
kedua adalah komplikasi yang diasosiasikan dengan proses penyembuhan fraktur.
Komplikasi awal pada fraktur tergantung dengan fraktur dan daerah yang
terpengaruh. Sebagai contoh: fragmen tulang dari tengkorak bisa menyebabkan
injuri pada jaringan otak, fraktur pada iga dapat menyebaban injuri pada dada
dan menyebabkan respiratory insufisiensi. Dinding dada pada sisi fraktur
menjadi sangat tidak stabil dengan adanya injuri pada dada. Berikut adalah
beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat adanya fraktur :
1. Sindrom
Kompartemen
Sindrom
kompartemen merupakan kondisi yang serius dimana terjadi peningkatan tekanan
pada satu atau lebih kompartemen otot ekstremitas yang menyebabkan sirkulasi
yang masif ke arah fraktur. Bagian distal dari ekstremitas atas dan bawah
mempunyai kompartemen yang lebih banyak daripada bagian proksimal, oleh karena
itulah resiko yang lebih besar dapat terjadi saat fraktur terjadi pada bagian
tersebut. Sumber tekanan dapat berasal dari eksternal maupun dari internal,
sumber tekanan eksternal adalah pembebatan, gips, penyangga, sedangkan sumber
tekanan internal berupa perdarahan dan akumulasi cairan dalam kompartemen
tulang. Komplikasi ini tidak dibatasi hanya pada klien gangguan muskuloskeletal
saja.
Perubahan
fisiologis sebagai akibat dari peningkatan tekanan kompartemen yang seringkali
tejadi adalah iskemik, edema. Kapiler-kapiler di dalam otot mengalami dilatasi,
kapiler-kapiler ini menjadi lebih permeable karena pelepasan histamin dari
jaringan otot yang iskemik. Sebagai akibatnya protein plasma bocor menuju ruang
intersitial, kemudian terjadilah udema yang dapat menekan saraf dan memperparah
keadaan iskemik. Warna dari jaringan yang mengalami iskemik menjadi pucat,
denyutan menjadi lemah dan daerah yang terkena menjadi mudah diraba. Jika
kondisi ini tidak ditangani maka dapat menimbulkan sianosis, kebal/mati rasa,
paresis dan nyeri yang hebat. Tabel di bawah ini memberikan kesimpulan tentang
proses patologi yang terjadi pada sindrom kompartemen.
Perubahan fisiologis
|
Temuan klinis
|
1. Peningkatan tekanan kompartemen
2. Peningkatan
permeabilitas kapiler
3. Pelepasan histamin
4. Peningkatan sirkulasi darah ke lokasi
5. Tekanan pada ujung saraf
6. Peningkatan tekanan jaringan
7. Penurunan perfusi jaringan
8. Penurunan oksigenasi jaringan
9. Peningkatan produksi asam laktat
10. Metabolisme anaerobik
11. Vasodilatasi
12. Peningkatan aliran darah
13. Peningkatan edema
14. Iskemik otot
15. Nekrosis jaringan
|
1. Tidak ada perubahan
2.Edema
3. Peningkatan edema
4. Muncul denyutan, jaringan memerah
5. Nyeri
6. Nyeri pada komparteman / mati rasa
7. Peningkatan edema
8. Pallor
9. Denyutan tidak seimbang, postur fleksi
10. Sianosis
11. Peningkatan edema
12. Penegangan otot
13. Parestesia
14. Nyeri hebat
15. Paresis
|
Sindrom
kompartemen biasanya jarang terjadi tetapi dapat menyebabkan kondisi kegawatan.
Dapat pula terjadi kerusakan struktur otot yang irreversible dalam waktu 4-6
jam setelah onset dan otot tidak dapat digunakan lagi dalam 24-48 jam
setelahnya. Problem spesifik yang muncul akibat sindrom kompartemen adalah
infeksi, kelemahan motorik pada ektremitas yang terkena, kontraktur dan gagal
ginjal myoglobinuric. Infeksi yang berasal dari jaringan yang nekrosis bisa
cukup berbahaya hingga mengharuskan dilakukannya amputasi. Kelemahan motorik
akibat perlukaan saraf bersifat irreversible dan klien mungkin membutuhkan
bantuan alat tertentu untuk bergerak. Operasi rekontruksi untuk memperbaiki
fungsi dapat dilakukan pada otot yang terganggu. Volkmann’s Contractur terjadi
dari memendeknya otot yang iskemik dan ada keterlibatan saraf. Komplikasi
paling fatal dari sindrom kompartemen adalah myoglobinuric renal failure.
Jaringan otot yang mengalami perlukaan melepaskan myoglobin (protein otot) ke
dalam sirkulasi dan kemudian protein ini disaring oleh ginjal. Walaupun
patofisiologinya belum jelas, namun myoglobin dicurigai menyebabkan
vasokonstriksi/mempunyai efek langsung terhadap ginjal untuk mengakibatkan
terjadinya gangguan struktur dan fungsi.
Ketika
begitu banyak kompartemen yang terkena maka dapat timbul Crush Syndrome dimana
terjadi iskemik otot yang masif atau berkepanjangan dapat menyebabkan asidosis
sehubungan dengan peningkatan produksi asam laktat, hiperkalemi (peningkatan
kadar potasium serum) sehubungan dengan pelepasan potasium oleh sel yang
terluka ke sirkulasi darah, syok sebagai akibat dari ketidak seimbangan cairan,
myoglobinuria sehubungan dengan pelepasan myoglobin ke sirkulasi dan gagal
ginjal sebagai akibat dari syok dan asidosis. Efek sistemik ini dapat
mengakibatkan kematian bila tidak segera ditangani.
Sindrom
kompartemen adalah hasil dari peningkatan tekanan sampai pada batas ruangan
anatomi yang tersedia. Kasus ini dapat terjadi akut maupun kronik. Sindrom
kompartemen akut dapat terjadi setelah fraktur atau luka bakar yang parah
terkena balutan yang terlalu ketat sehingga tekanan meningkat 30 mmHg atau
lebih. Peningkatan tekanan ini terjadi karena fasia yang menutup otot tidak
elastis dan tidak dapat mengkompensasi balutan yang terlalu ketat.
Kondisi
ini menyebabkan nyeri yang parah karena regangan pasif pada jaringan lunak dan
kulit. Kompresi pada saraf menyebabkan perubahan sensasi, reflek yang minimal
dan dapat juga terjadi kehilangan fungsi motorik. Kompresi pada pembuluh darah
dapat menyebabkan iskemik dan kehilangan fungsi.
Sindrom
kompartemen sering terjadi pada injuri yang parah, fraktur tertutup dan ketika
ada tekanan eksternal. Area yang paling sering mengalaminya adalah kaki bagian
distal / bawah.
Tekanan
intrakompartemen dapat diukur dengan kateter/jarum yang dimasukkan ke dalam
kompartemen. Fasiotomy/transeksi dari fasia yang menekan kompartemen otot
mungkin diperlukan ketika tekanan pada daerah fraktur diatas 30 mmHg. Hal ini
bertujuan untuk mencapai tekanan perfusi yang sama dengan tekanan kapiler.
Diagnosa dan perawatan yang telat dari sindrom kompartemen ini dapat
menyebabkan kerusakan otot dan saraf yang ireversible.
Sindrom
kompartemen kronik terjadi lebih sering pada dewasa muda setelah aktivitas yang
berhubungan dengan strain yang berulang pada ekstremitas bawah. Walaupun
mekanisme pastinya belum jelas, latihan diaggap dapat menyebabkan peningkatan
ukuran kompartemen otot. Kompartemen yang meregang dapat menyebabkan inflamasi.
Pada fasia dapat timbul scar, fasia menjadi kurang elastis dan tidak dapat
mengkompensasi penambahan beban lebih lanjut. Pada jenis sindrom ini timbul
nyeri pada saat aktivitas.
2. Syok
Tulang
mempunyai vaskularisasi yang cukup bagus karena itulah dapat terjadi perdarahan
jika terjadi perlukaan. Sebagai tambahan trauma dapat merobek arteri yang
berdekatan dan menyebabkan hemoragi. Sebagai akibatnya syok hipovolemik dapat
terjadi secara cepat.
3. Fat Emboli
Syndrom
Emboli
lemak merupakan komplikasi yang cukup serius, biasanya sebagai akibat dari
fraktur, dimana globuli lemak dilepaskan dari tulang ke aliran darah. Kondisi
lain yang juga mungkin dapat muncul walaupun lebih kecil kemungkinannya adalah
pankreatitis, koma diabetikum, osteomyelitis dan anemia sel sickle. Lima persen
sampai 10% klien dengan fraktur terkena komplikasi ini dan 8% orang meninggal
akibat komplikasi ini. Faktor resiko yang meningkatkan suseptibilitas seseorang
untuk terkena emboli lemak termasuk peningkatan serum glukosa/kadar kolesterol
dan peningkatan kerapuhan pembuluh dan ketidakmampuan untuk melakukan koping
terhadap stres.
Emboli
lemak sering terjadi jika fraktur tulang panjang/fraktur yang multiple,
walaupun fraktur pada tulang yang mengandung sumsum tulang yang sedikit tetapi
dapat menyebabkan komplikasi ini. Komplikasi ini dapat muncul pada semua usia,
jenis kelamin akan tetapi lelaki muda dengan umur antara 20-40 tahun dan klien
yang berusia 40-80 tahun bersiko untuk megalami fraktur pada paha dan pelvis
yang dapat menimbulkan emboli ini.
Beberapa
teori menjelaskan tentang pelepasan lemak dari sumsum tulang. Menurut teori
metabolisme trauma dapat menyebabkan pelepasan katekolamin, katekolamin ini
menyebabkan mobilisasi asam lemak bebas dimana hal ini dapat menimbulkan
agregasi pletelet dan pembentukan globulus lemak. Menurut teori mekanikal
tekanan di dalam sumsum tulang lebih
tinggi daripada tekanan di dalam kapiler sehingga lemak dilepaskan secara
langsung dari tulang, pada kasus lain lemak ini dapat terdeposit ke pembuluh
darah kecil, misal : paru-paru dan menyebabkan insufisiensi respirasi (Mims :
1989)
Klien
respirasi distres, takikardi, hipertensi, takipneu, demam, petechiae, macular,
measles juga mengalami emboli lemak meskipun mekanismenya belum diketahui
secara jelas. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan: peningkatan kecepatan
sedimentasi sel darah merah, penurunan serum albumin dan kadar kalsium,
penurunan jumlah sel darah merah dan hitung platelet, peningkatan kadar serum
lipase. Perubahan pada komponen darah ini tidak dapat diketahui secara jelas
mekanismenya, namun hal ini ikut mendukung prognosis penyakit.
4. Trombhoemboli /
Emboli bekuan darah
Trauma
dan ketidakmampuan mengaharuskan klien untuk imobilisasi, imobilisasi ini jika
untuk jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan timbulnya trombosis pada vena.
Trombhoemboli merupakan komplikasi paling umum pada trama/operasi ekstremitas
(terutama ekstremitas bawah). Untuk klien usia lebih dari 40 tahun memiliki
insiden trombosis vena sebesar 40-60% (jika terapi antikoagulan tidak
diberikan). Lima persen sampai 10% klien dengan trombosis vena berkembang
menjadi emboli paru. Resiko trombhoemboli ini meningkat pada klien yang
merokok, obesitas, punya penyakit jantung dan punya riwayat trombhoemboli.
Klien tua dalam waktu 2-3 hari setelah operasi muskuloskeletal mempunyai resiko
trombhoemboli tertinggi. Klien fraktur ekstremitas bawah dan pelvis mempunyai
resiko mengalami trobhoemboli dan akan berkembang menjadi emboli paru daripada
fraktur di tempat lain.
5. Infeksi tulang
(Osteomyelitis)
Trauma
jaringan dapat mengganggu sistem imun, trauma jaringan ini dapat terjadi pada
daerah superficial/profundus. Infeksi tulang sulit untuk ditangani, efeknya
dapat sangat membahayakan dan dapat menyebabkan nyeri hebat, disabilitas dan
deformitas. Infeksi tulang kronis dapat terjadi selama tahunan karena adanya
sinus. Hal ini terjadi saat jalur terbentuk dari sebuah abses/kavitas pada
tulang keluar menembus kulit.
Etiologi
dari infeksi tulang ini meliputi :
-
Mikroorganisme (staphylococcus aureus yang dapat mengadhisi jaringan
penyambung tulang, Clostridial yang dapat menimbulkan gas ganggren, tetanus dan
malunion).
-
Kontaminasi luka fraktur terbuka karena peningkatan resiko terjadinya
infeksi nosokomial.
-
Komplikasi dari tindakan operasi (infeksi iatrogenik, termasuk didalamnya
komplikasi dari pemasangan pens pada traksi, infeksi persendian setelah operasi
dll).
Penyebaran etiologi infeksi
tulang ini melalui aliran darah (hematogenous) dan ekstensi langsung.
Osteomyelitis akut dapat berkembang menjadi kronik. Berikut penjelasan dari
keduanya .
Osteomyelitis Akut
Biasanya
terjadi karena penyebaran bakteri melalui peredaran darah. Pada anak bisa
disebabkan karena infeksi di tempat lain, misal : infeksi dari kulit, sinus,
gigi dan telinga tengah. Infeksi ini dapat terjadi karena injuri lokal dapat
berkembang menjadi nekrosis dan nekrosis merupakan tempat berkembangnya
bakteri. Pada dewasa infeksi kronis pada saluran perkemihan, penggunaan obat
imunosupresi dan obat IV beresiko untuk menyebabkan infeksi tulang.
Manifestasi
klinis yang muncul berupa febris pada 48 jam pertama. Infeksi pada umumnya
dimulai pada bagian metafisis tulang dimana pada bagian tersebut terdapat
saluran yang memberi nutrisi untuk tulang, pus dapat ditemukan pada permukaan
tulang dan dapat mengganggu vaskularisasi tulang dan menyebabkan iskemik tulang
dan pada akhirnya dapat menimbulkan nekrosis tulang. Manifestasi klinis yang
lain berupa nyeri pada ektremitas yang terkena ketika digerakkan, keterbatasan
gerak, merah dan bengkak. Pemeriksaan X-ray menunjukkan elevasi periosteal
osteoclastric. Terapi dapat berupa identifikasi jenis bakteri melalui kultur,
aspirasi dan stain gram kemudian ditentukan jenis antibiotik yang dapat
diberikan secara IV/Peroral, kadang diperlukan tinakan operasi untuk
mengeluarkan drainase.
Osteomyelitis
Kronis
Penyebab
dari infeksi tulang kronik adalah ketidakadekuatan terapi infeksi tulang akut.
Terapi yang dapat diakukan meliputi operasi dan pemberian antibiotik.
6. Osteonecrosis
(Nekrosis avaskuler, Nekrosis aseptik, Nekrosis iskemik)
Osteonecrosis
atau kematian segmen tulang adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh gangguan
dari suplai darah pada sumsum tulang, medula tulang, cortex. Osteonecrosis ini
biasanya terjadi pada femur bagian proksimal dan distal , humerus bagian
proksimal.
Lokasi
nekrosis tergantung letak pembuluh darah yang mengalami gangguan, namun cortex
tulang mempunyai vaskularisasi kolateral sehingga cortex tulang jarang
mengalami nekrosis jika dibandingkan dengan bagian tulang yang lain.
Berikut
faktor-faktor penyebab osteonecrosis :
-
Terganggunya mekanisme pembuluh darah : fraktur, penyakit Leeg calve,
penyakit Blounts.
-
Trombhosis dan emboli : penyakit sikle cell, gelembung nitrogen.
-
Perlukaan pembuluh darah : vaskulitis, penyakit jaringan penyangga seperti
SLE dan RA, terapi radiasi, penyakit gautchers.
-
Peningkatan tekanan intraseous : ostenekrosis yang diinduksi steroid.
7. Gangguan
Penyatuan Tulang
·
Delayed Union : kegagalan proses penyembuhan
tulang dari waktu yang seharusnya (normalnya 6 bulan). Dapat disebabkan karena
: imobilisasi yang tidak bagus, hematoma yang besar, infeksi pada lokasi
fraktur, kehilangan tulang yang besar dan sirkulasi tidak baik.
·
Malunion : proses penyambungan yang salah
bisa disebabkan karena reduksi yang tidak adekuat dan pelurusan yang tidak
tepat saat mobilisasi.
·
Non Union : kegagalan tulang untuk sembuh
yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan X-ray dengan ditemukan pergeseran pada
lokasi fraktur. Hal tersebut dapat menimbulkan nyeri. Faktor-faktor penyebabnya
meliputi : reduksi yang tidak adekuat, trauma berat, terpisahnya fragmen
tulang, tumbuhnya jaringan lunak antara fragmen tulang, infeksi, kehilangan
tulang yang besar,sirkulasi yang tidak baik, keganasan dan tidak diakukannya
restriksi. Di USA NonUnion diterapi dengan teknik Llizarov, teknik ini berupa
fiksasi eksternal bagian yang patah, selain itu dapat dilakukan stimulasi
listrik karena listrik dianggap dapat merangsang penyembuhan tulang meskipun
mekanismenya belum diketahui jelas (Geier and Hesser : 1985).
2.8 Penatalaksanaan Medis
Terapi tergantung dari kondisi klien, keadaan luka,
lokasi fraktur, jenis fraktur
Tujuan terapi fraktur adalah
sebagai berikut:
1. Mengurangi atau mencegah fraktur lebih parah ( Reduction )
Reduction adalah mengembalikan
posisi tulang ke posisi anatomi. Metode dengan
manipulasi tertutup atau terbuka. Manipulasi tertutup dengan memberikan
tekanan secara manual pada daerah fraktur dari permukaan kulit dan dilakukan
traksi. Manipulasi terbuka atau operasi dilakukan dengan pemasangan peralatan
didalam kaki pasien misalnya pen, setelah itu dilakukan rekontruksi.
2. Imobilisasi
Imobilisasi adalah upaya untuk
mencegah mobilisasi dari bagian yang mengalami injuri, hal ini dimaksudkan
untuk memberi kesempatan bagi fragmen tulang untuk menyatu kembali. Imobilisasi
dapat dilakukan dengan pemasangan alat interna atau eksterna.
3. Penyembuhan bagian yang mengalami injuri (
Restorasi )
· Terapi obat
Nyeri muskuloskeletal
berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak, disrupsi tulang, dan spasme otot
merupakan tipe nyeri yang paling parah yang biasanya diperlihatkan oleh
individu. Klien sering merasa nyeri dalam waktu lama dan memakai manajemen
nyeri yang buruk. Analgesik narkotik dosis besar, anti inflammatory, dan
relaxan otot adalah obat-obat yang umum diberikan. Transquilizer seperti
diazepam (valium) digunakan untuk ketenangan, meminimalkan spasme otot, dan
menurunkan ansietas. Untuk klien nyeri kronik, narkotik dan non-narkotik
diberikan bersama untuk mencegah ketergantungan obat. Perawat harus
mengobservasi efektivitas pengobatan dan efek sampingnya.
· Terapi non-farmakologi
Untuk
nyeri parah yang kronik, klien tidak bisa tergantung terus pada obat. Biasanya
perawat menggunakan kompres hangat atau dingin tergantung penyebab nyeri. Jika
pembengkakan menyebabkan tekanan pada area luka, kompres es mungkin digunakan.
Spasme otot bisa dikendorkan dengan kompres hangat dan massage. Selain itu
digunakan juga sentuhan terapeutik, jika terapi tersebut tidak efektif untuk
mengurangi nyeri, perawat bisa menggunakan teknik distraksi atau terapi musik.
Perawat mengajarkan pada klien teknik relaksasi seperti nafas dalam selama
periode nyeri yang parah.
2.8.1 Penanganan Preoperatif
Ø Prinsip-prinsip
pertolongan pertama
Tujuan
utama pertolongan pertama adalah menyelamatkan nyawa seseorang dan mencegah
kerusakan lebih lanjut. Orang yang pertama tiba di tempat kejadian harus
mempertahankan jalan nafas, jika perlu dengan pernafasan mulut ke mulutdan
kemudian ia harus mengusahakan pengangkutan pasien ke rumah sakit terdekat.
Luka ditutupi, perdarahan dihentikan dan anggota gerak yang cedera dibidai
untuk mencegah pergerakan yang nyeri lebih lanjut. Setiba di rumah sakit,
pasien mulai diperiksa dan diobati.
Ø Pemeriksaan
Pertama-tama
jalan nafas dibersihkan, mungkin pasien memerlukan intubasi segera. Kesadaran
diamati, tekanan darah di ukur serta cedera sebenarnya dicatat.
Umumnya
fraktur besar dapat terlihat. Terdapat nyeri, pembengkakan, deformitas dan
kehilangan fungsi. Perlu diperhatikan apakah kulit di atas fraktur robek
sehingga dinamai “compound fractur” yang mudah mengalami infeksi. Hendaknya
diperhatikan keadaan kerusakan otot terutama pada compound fractur. Perlu
dinilai supply darah arterial diluar daerah cedera, bila terganggu harus
diperbaiki secepat mungkin untuk mencegah kerusakan anggota gerak yang permanen
karena iskemia. Saraf tepi harus diperiksa sebagai patokan dasar bagi pemulihan
nantinya.
Sinar
X : segera setelah pasien diresusitasi, dibuatkan radiograf anggota gerak atau
dada, tulang belakang,pelvis atau abdomen yang cedera.
Ø Pengobatan
·
Volume
Darah
Jika
ada perdarahan maka perlu memperbaiki volume darah yang beredar. Jaringan
perifer memerlukan perfusi yang adekuat oleh darah teroksigenasi dengan baik.
Setelah fraktur, terjadi kehilangan darah dari tulang dan jaringan yang rusak.
Dengan ini diperlukan adanya transfusi
dan jika kemudian diperlukan transfusi berulang bisa dipakai plasma beku
segar.
- Nyeri
Nyeri
karena cedera bisa dihilangkan dengan memblok saraf regional. Untuk itu bisa
digunakan Entonox tanpa mengganggu pemeriksaan cedera kepala atau intra
abdominal. Tetapi jika pembuatan diagnosa telah adekuat dan sirkulasi tepi
tidak kolaps, maka nyeri dapat dihilangkan dengan morfin atau petidin.
- Antibiotika
Untuk infeksi pada compound fractur dianjurkan
pemberian antibiotika. Antibiotika yang terpilih seperti benzyl penisilin yang
mungkin dapat dikombinasi dengan fluklosasilin atau sefalosporin seperti
sefaloridin atau sefaleksin.
- Anti tetanus
Tindakan mengobati tetanus harus dilakukan pada klien
dengan luka terbuka. Diberikan toxoid tetanus sebanyak 0,5 ml pada luka
superficial yang terkonaminasi tanah. Zat ini menimbulkan imunitas aktif. Pada
luka-luka yang lebih dalam, lebih besar teapi bersih, tanpa banyak jaringan
mati dan pembersihan dini secara bedah bisa dilakukan maka toxoid tetanus dan
antibiotika cukup efektif. Tetapi pada luka-luka yang besar dan terkontaminasi
hebat dengan banyak jaringan yang mati, maka lebih baik diberikan serum
antitetanus manusia, antibiotik dan toxoid tetanus. Sebelum serum antitetanus
diberikan harus disuntikkan subkutan, suatu dosis percobaan untuk melihat
apakah timbul reaksi. Jika imunitas aktif memerlukan dosis boster, maka
diberikan 6 minggu dan 6 bulan kemudian.
- Komplikasi yang dapat timbul setelah trauma :
- Emboli paru-paru
- Emboli lemak
- Syok paru-paru
- Koagulasi intravaskular diseminata
Ø Prinsip-prinsip
Perawatan luka
·
Luka-luka
insisional
Luka-luka
insisional yang terjadi kurang dari 8 jam yang lalu diobati secara penjahitan
primer. Luka dibersihkan dan jaringan yang jelas mati dipastikan, lalu luka
ditutup lapis-demi lapis. Bila luka besar dan dalam bisa dipasang drain yang
kecil. Akhirnya dipasang suatu pembalut bertekanan dan pada luka besar di
anggota gerak akan menguntungkan pemakaian sementara lempengan bidai yang
terbuat dari gips. Jika penjahitan primer tak mungkin baik karena keadaan umum
tak memungkinkan pembedahan dalam 8 jam setelah cedera atau ia tak mencapai
rumah sakit dalam waktu itu, maka setelah dibersihkan luka dikemasi terbuka.
Semua jaringan yang telah mati, terutama otot, dieksisi dan hemostasis
dipastikan. 4 sampai 7 hari kemudian jika sekarang luka telah bersih, tepi
kulit disegarkan dan luka ditutup.
Juga
perlu diberikan banyak perhatian pada perawatan untuk hemostasis dan penutupan
jaringan yang telah mati. Hal ini dikenal sebagai penjahitan primer tertunda.
Harus dihindarkan tegangan pada luka baik dengan membuat insisi sejajar garis
luka yang melemaskan atau dengan menggunakan “split skin graft” di daerah yang
tertutup, di tempat mana tepi kulit hanya bisa didekatkan dengan tegangan.
Jika
terjadi sepsis maka penutupan luka harus ditunda sampai ini diatasi. Jaringan
mati dibuang dan tepi luka dieksisi, bila perlu dipotong lebih bawah. Luka
dijahit sedapat mungkin tanpa tegangan. Ini adalah penjahitan sekunder. Suatu
defek kulit yang menetap harus ditutupi dengan “split skin graft” atau “four
thickness flap” atau pedikel.
Sebelum bedah terbuka dengan
fiksasi internal, klien ditraksi beberapa hari untuk menstabilkan fraktur.
Prosedur ini merupakan manajemen untuk fraktur pinggang (Buck’s traction).
Perawat mengajari klien, keluarga, dan/atau pihak lain selama dan setelah
pembedaha. Perawatan preoperative untuk klien dengan bedah muskuloskeletal sama
de ngan perawatan pada klien bedah umum atau anestesi spinal.
2.8.2 Penanganan Intra
Operatif
Ø Traksi
Traksi
adalah pengaplikasian kekuatan tarikan pada bagian tubuh untuk memberikan
reduksi, posisi yang lurus dan istirahat, juga dapat menurunkan spasme otot,
mengurangi nyeri, dan mencegah atau memperbaiki bentuk tulang. Klien yang
ditraksi biasanya dirawat di RS lebih lama daripada klien dengan gips, tapi
biasanya mobilisasi lebih cepat. Traksi mekanikal dapat dilanjutkan sebagai
perawatan fraktur.
Traksi
diklasifikasikan menjadi “running traction” atau “balanced suspention”. Pada
running traction kekuatan tarikan langsung pada daerah yang fraktur dan daerah
yang tidak ditraksi boleh aktifitas. Pada “balanced suspention” bagian yang
countertraction diberi juga tarikan. Traksi dikelompokkan menjadi 4 tipe yaitu:
kulit, skeletal, plester/gips, dan penguat.
Traksi kulit
Traksi skeletal pada tungkai bawah
Skin traction berhubungan dengan
penggunaan pita traksi (jarang digunakan karena merusak kulit), Velcro (hook
and loop), boot (buck’s traction), sabuk traksi ini digunakan untuk kulit dan
jaringan lunak. Tujuan dari tipe traksi ini untuk mengurangi nyeri otot yang
menyertai fraktur. Beban yang diberikan terbatas yaitu antara 5-10 lb. Untuk
mencegah injury kulit.
Traksi skeletal, pin, kawat, penjepit atu
sekrup dimasukkan langsung ke tulang dan traksi ini membutuhkan waktu yang
lamadan beban biasanya antara 15-30 lb. Traksi skeletal bertujuan untuk
meluruskan tulang. Traksi plester merupakan kombinasi dari traksi skeletal dan
gip plester. Traksi jepitan digunakan untuk memperbaiki kesalahan bentuk
tulang. Circumferential traksi menggunakan
sabuk yang mengelilingi tubuh, missal fraktur pelvis untuk masalah
punggung bawah.
Ketika traksi digunakan pasien, perawat
bertanggung jawab atas keseimbangan antara tarikan traksi dan tekanan
countertraksi. Beban tidak boleh diganti tanpa izin dokter, bebab harus bebas
tergantung. Inspeksi kulit dilakukan tiap 8 jam untuk tanda iritasi dan
inflamasi jika memungkinkan, sabuk atu boot diberikan pada skin traksi dilepas untuk inspeksi daerah di bawah alat. Pada
klien lansia yang sering menderita penyakit vaskuler, penyakit jaringan
konektif, dan/atau DM, mereka mempunyai resiko tinggi bila ditraksi karena
ketidakadekuatan sirkulasi. Ada
tipe traksi yang tidak cocok untuk klien lansia karena memerlukan immobilisasi
pada waktu yang lama, sehingga menyebabkan komplikasi yang serius, misalnya
pneumoni dan emboli pulmoner.
Perawat harus memberikan perhatian khusus
untuk pins, kawat atu skrup pada kulit untuk tanda inflamasi/infeksi ketika
traksi skeletal digunakan.
Ø Gips
Gips
adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak sesuai kontur tubuh
dimana gips ini dipasang. Tujuan dari pemasangan gips ini adalah untuk
mengimobilisasi bagian tubuh dalam posisi tertentu dan memberikan tekanan yang
merata pada jaringan lunak yang terletak di dalamnya. Dapat digunakan untuk
mengimobilisasi fraktur yang telah direduksi, mengkoreksi deformitas,
memberikan tekanan merata pada jaringan lunak di bawahnya, atau memberikan
dukungan dan stabilitas bagi sendi yang mengalami kelemahan. Secara umum, gips
memungkinkan mobilisasi pasien sementara membatasi gerakan pada bagian tubuh
tertentu.
- Tipe gips untuk trauma muskuloskeletal
Tipe
dan karakteristik gips
|
Kegunaan
|
Gips untuk
ekstremitas atas:
1. Gips pendek untuk lengan (panjangnya dari
bawah siku sampai ke bagian tangan).
2. Gips panjang untuk lengan (meliputi
lengan atas sampai ke bagian tangan).
3. Gips untuk lengan dan digantung (sama
dengan no.2 , tapi lebih berat dengan ditambahlengkung pada lengan bawah).
|
1. Fraktur stabil pada pergelangan tangan (metacarpal,
carpal, dan tulang radius bagian distal).
2. Fraktur yang tidak stabil pada
pergelangan tangan, humerus bagian distal, radius dan/atau ulna.
3. Fraktur humerus yang tidak dapat
diluruskan dengan gips panjang, traksi yang ringan bisa dipasang sementara
klien tetap di tempat tidur.
|
Gips untuk
ekstremitas bawah:
1. Short leg cast (SLC), dari bawah lutu
sampai ke dasar kaki.
2. Long leg cast (LLC), dari pertengahan
paha ke dasar kaki.
3. Gips yang bisa untuk dibuat jalan (alat
untuk berjalan pada pantat pada SLC/LCC).
4. Leg cylinder (mirip dengan SLC, tapi
pergelangan kaki tidak digips).
5. Long-leg cylinder (mirip dengan LLC
tetapi pergelangan kaki tidak digips)
|
1. Fraktur
pergelangan kaki dan metatarsal.
2. Fraktur
tibia yang tidak stabil dan fibula.
3. Sama
dengan SLC/LLC.
4. Fraktur
tibia yang stabil, fibula dan lutut.
5. Fraktur
femur distal yang stabil, proksimal tibia dan fraktur pada lutut.
|
Gips penahan:
Patella
weight-bearing cast (mirip dengan SLC atau leg cylinder)
|
Fraktur femur
bagian tengah atau distal.
|
Gips badan:
1. Hip spica (dari bawah mammae ke kaki, kaki
bawah dan setengah dari kaki yang tak terpengaruh atau kedua kaki).
2. Riser’s cast (jaket dari bahu ke iliaca
dan panggul dan terbuka di depan dada).
3. Halo cast(jaket yang berisi beban).
|
1. Dislokasi pada pinggul, pelvis, dan
injury pada pinggul.
2. Scoliosis, fraktur spina thoracis.
3. Fraktur pada spina cervical.
|
Untuk gips plester,
penting digunakan untuk memperingatkan klien tentang panas yang akan dirasakn
segera setelah gips dipasang. Gips yang baru, biasa disebut ‘a green cast’ yang tidak ditutup agar
uudara bisa menguap. Ketika gips klien basah harus dipindah dan diganti.
Plester ini diganti setiap 1 atau 2 jam agar sirkulasi udara lancar dan semua
bagian gips tetap kering. Petugas kesehatan harus selalu ingat bahwa gips yang
basah perlu penanganan yang khusus.
Untuk
mencegah terjadinya kontaminasi oleh urin/feses, gips seluruh tungkai
seharusnya digunakan untuk melindunginya dan menutupi daerah perineum. Bedpan
khusus untuk fraktur lebih baik daripada bedpan tradisional karena lebih kecil
dan lebih nyaman untuk klien. Perawat mengecek untuk memastikan bahwa gips
tidak terlalu ketat dan memonitor secara teratur status neurovaskuler klien,
biasanya dilakukan selama 24 jam pertama setelah aplikasi. Perawat seharusnya
dapat memasukkan jarinya diantara kulit dan gips. Jika gips kering, perawat
harus menginspeksi gips minimal 1 kali sehari untuk melihat ada/tidaknya
drainase, retak, remuk, penjajaran, dan ketepatan penyembuhan. Area drainase
pada gips dibuat melingkar dan dimonitor terus setiap ada perubahan. Jika ada
darah pada gips de ngan fraktur tebuka harus segera dilaporakan pada dokter
jumlah drainase atau perubahan integritan kulit dari gips. Komplikasi lain dari
gips perlu perawatan, misalnya infeksi, gangguan sirkulasi dan kerusakan saraf
perifer.
Gangguan
sirkulasi, kerusakan nervus perifer, dan nekrosis dapat terjadi karena gips
yang terlalu ketat, dalam hal ini perawat harus mengkaji status neurovaskuler
klien. Atropi dapat terjadi karena kurang latihan selama immobilisasi ang lama
pada daerah yang terpengaruh fraktur, biasanya pada ekstermitas. Perawat
mengkaji adanya komplikasi adanya immobilisasi kerusakan kulit, tromboemboli
dan konstipasi. Sebelum gips dilepas perawat perlu memberitahu klien bahwa
tidak akan melukai kulit hanya merasa panas selama prosedur.
Ø Pembedahan
Untuk beberapa tipe fraktur,
traksi sudah cukup sebagai terapi modalitas. Reduksi terbuka dengan fiksasi
internal merupakan metode umum untuk mengurangi dan immobilisasi fraktur. Jika
metode ini tidak berhasil, fiksasi eksternal dengan reduksi tertutup digunakan.
Meskipun perawat bukan pembuat keputusan terhadap teknik bedah, tapi penting
untuk mengerti prosedur untuk memberikan pendidikan pada klien dan
perawatannya.
· Reduksi tebuka, fiksasi internal
Reduksi
terbuka merupakan pembedahan langsung pada lokasi fraktur, lebih sering
digunakan pada klien lansia yang menderita komplikasi immobilisasi. Alat
fiksasi interna yang biasa digunakan adalah pin, kawat, sekrup, plat, paku,
atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Setelah tulang sudah
kembali ke posisinya, alat-alat tersebut mungkin dipindahkan tergantung pada
lokasi dan tipe fraktur.
· Fiksasio eksternal
Salah satu alternatif lain adalah fiksasi
eksternal, setelah dilakukan reduksi fraktur, insisi kecil percutaneus dibuat
lalu pin diimplantasikan ke tulang. Lubang kecil didrill ke dalam tulang dan
pin (seri metal) dimasukkan ke dalam tulang untuk mencegah pergerakan tulang.
Fiksasi eksternal mempunyai beberapa
keuntungan dibandingkan teknik immobilisasi yang lain, yaitu tidak banyak
kehilangan darah dibandingkan dengan fiksasi internal. Kerugian dari fiksasi
eksternal adalah resiko infeksi(osteomyolitis) yang merupakan infeksi serius
dan sulit untuk ditreatment.
Untuk mencegah infeksi beberapa agen punya
prosedur perawatan pin yang dikerjakan sekali atau 2 kali tiap hari. Prosedur
ini sama untuk traksi skeletal pada traksi kepala. Pin perlu dibersihkan secara
khusus. Perawat menginspeksi lokasi pin tiap ahri untuk melihat kemerahan,
pembengkakan, dan drainage.
Pada beberapa treatmen fraktur, perawat
mengkaji status neurovaskuler pada ekstremitas bagian distal dari fraktur.
Fiksator eksternal mungkin digunakan untuk ekstremitas atau fraktur pada
pelvis. Setelah fiksator dipindah, klien diberi penyangga sampai penyembuhan
selesai. Klien dengan fiksator eksterna mungkin mengalami gangguan body image,
framenya besar dan kotor/berbau dan area sekelilingnya terjadi kerusakan
jaringan massive. Perawat harus sensitive terhadap rencana perawatan.
Ø Amputasi
Amputasi
merujuk pada pengangkatan semua atau sebagian ekstremitas. Bila melakukan
amputasi, dokter bedah berupaya untuk menyelamatkan sebanyak mungkin tungkai.
Sisa tungkai secara umum disebut “
puntung “.
Amputasi
dapat terbuka (guillotine) atau tertutup. Amputasi terbuka dilakukan untuk
infeksi berat. Ini meliputi pemotongan tulang dan jaringan otot pada tingkat
yang sama. Pembuluh darah dikateterisasi, dan luka dibiarkan terbuka untuk
mengalir. Balutan besar diberikan. Untuk mencegah retraksi kulit, sering 5 pon
traksi kulit diberikan. Luka dapat tertutup atau dibiarkan sembuh dengan
granulasi bila infeksi bersih.
Untuk
amputasi tertutup, dokter bedah menutup luka dengan flap kulit yang dibuat dengan memotong tulang
kira-kira 2 inchi lebih pendek daripada kulit dan otot. Amputasi ini dapat
menyebabkan perubahan body image ataupun harga diri pasien. Dalam hal ini
pasien dapat melewati proses berduka.
- Etiologi
Indikasi
utama dari amputasi adalah iskemia dari penyakit peripheral vaskuler pada
lansia. Klien yang mengalami arteriosklerosis atau diabetes mellitus, keduanya
didukung dengan penurunan suplai darah dan penurunan perfusi jaringan. Amputasi
juga dilakukan untuk thermal injury seperti terbakar, infeksi tumor, gangguan metabolisme
seperti penyakit paget dan anomali kongenital.
Traumatik
amputasi sebagian besar akibat dari kecelakaan. Seseorang yang membersihkan
mesin pemotong rumput atau mesin pembersih salju tanpa mematikan mesin.
Kendaraan bermotor, kecelakaan mesin industri juga menyebabkan dilakukan
amputsi.
- Insiden
Amputasi
jarang terjadi pada 20 tahun yang lalu. Klien yang melakukan prosedur adalah
pada usia muda atau lansia dengan diabetes mellitus dan mempunyai riwayat
merokok. Klien sebagian besar gagal dalam merawat kakinya dengan baik, ulserasi
kaki yang teerinfeksi dan kemungkinan gangren atau nekrosis jaringan. Kelompok
terbesar kedua yang mengalami amputasi terdiri dari orang-orang yang
mengendarai sepeda motor atau karena kecelakaan atau cedera pada saat bekerja
dengan menggunakan mesi-mesin pabrik.
·
Patofisiologi
Metode
amputasi ada 2 yaitu metode terbuka dan tertutup. Metode amputasi terbuka
dilakukan untuk pasien yang mengalami infeksi, pada pasien dengan infeksi dapat
timbul cairan/drainase luka (pus), cairan ini dikeluarkan dulu sampai bersih.
Pada metode ini mungkin menghasilkan sutura pada permukaan kulit. Teknik
amputasi tertutup, sutura kulit dimasukkan ke bagian akhir tulang/bagian ujung
tulang.
Amputasi
tidak hanya karena prosedur operasi saja, amputasi dapat juga terjadi karena
bagian tubuh terpotong secara tidak sengaja karena gergaji dan bagian yang
terpotong ini dalam keadaan sehat sehingga dapat ditanam/disambung kembali.
·
Tingkatan
Amputasi
a. Ekstremitas Bawah
Kehilangan sebagian atau semua jari-jari
kecil menimbulkan ketidakmampuan minor, tetapi kehilangan jari-jari yang besar
adalah signifikan karena mempengaruhi keseimbangan, jalan dan kemampuan “push
and off” selama berjalan. Amputasi pada sebagian telapak kaki dan prosedur syme
biasanya dilakukan pada penyakit peripheral vaskuler. Pada amputasi syme,
sebagian besar telapak kaki diambil tapi dengan mempertahankan pergelangan
kaki. Keuntungan pembedahan ini diatas amputasi tradisional dibawah lutut
adalah weight bearing dapat dilakukan tanpa mengganti struktur asal dan tanpa
menimbulkan nyeri. Baru-baru ini ada usaha yang lebih baik untuk melindungi
sendi lutut dengan melakukan below knee amputation (BKA) daripada Above knee
amputation (AKA). Disartikulasi pada paha, atau perpindahan sendi paha dan
prosedur hemipelvectomy lebih sering terjadi pada klien yang muda daripada
klien lansia, yang tidak dapat dengan mudah memegang disarankan untuk dilakukan
ambulasi. Tingkat tertinggi amputasi, membutuhkan energi yang banyak untuk
ambulasi. Prosedur tingkat tinggi ini dilakukan untuk kanker tulang.
b. Ekstremitas Atas
Amputasi pada bagian ekstremitas
atas biasanya lebih menyusahkan daripada amputasi pada salah satu kaki. Lengan
dan tangan dibutuhkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan,mandi,
berpakaian dan mengendarai mobil. Secara tipikal, sedapat mungkin dapat
mempertahankan fungsi. Pemindahan lebih awal dengan pergantian struktur lama
adalah vital bagi klien dengan amputasi tipe ini, amputasi pada ekstremitas
atas jarang dilakukan daripada ekstremitas bawah.
·
Komplikasi
Amputasi
Beberapa
prosedur pembedahan, infeksi dapat terjadi pada luka dan tulang. Pada klien
lansia yang lemah dan bingung mempunyai resiko tinggi karena ekskreta yang
mengkotori luka, karena klien memindahkan pakaian dan adanya prosedur angkat
jahitan.
Phantom
limb pain merupakan komplikasi pada amputasi yang sering terjadi. Klien
mengeluhkan nyeri pada saat menggerakkan anggota badannya, sering terjadi
setelah pembedahan. Nyeri digambarkan seperti terbakar, sangat sakit dan bisa
terjadi kejang. Sebagai tambahan, beberapa klien mengatakan bahwa mereka merasa
nyeri jika memindahkan anggota badannya, posisi yang tak nyaman dan mereka
merasa kaku, gatal pada saat nyeri. Pada sebagian klien nyeri dirasakan pada
saat menyentuh bagian yang diamputasi, fatigue dan stress emosional. Jika nyeri
berlangsung lama, stimulus lain dapat menyebabkan nyeri termasuk menyentuh
anggota tubuh yang lain. Perawat mengenali nyeri pada klien dan harus diterapi
untuk menurunkan kecemasan pada klien. Karena klien mengalami penurunan
mobilisasi akibat dari pembedahan.
Komplikasi seperti ateletaksis, pneumonia, tromboembolisme, kulit pecah-pecah
dapat juga terjadi. Formasi pada neuroma, merupakan tumor sensitif yang terdiri
dari sel-sel nervus yang ditemukan pada akhir. Sebagian besar terjadi pada
amputasi di ekstremitas atas tapi dapat juga terjadi dimana saja. Flexion
contracture pada paha atau lutut terlihat pada klien dengan amputasi pada
ekstredmitas bawah. Komplikasi ini harus dicegah untuk memungkinkan klien
dilakukan prosthesis (penggantian struktur/organ dengan organ artifisial).
·
Prevensi/Pencegahan
Amputasi
dapat dicegah dengan mengajarkan klien tentang kesehatan yang baik. Klien
dengan sirkulasi yang buruk yang disebabkan oleh diabetes atau penyakit lain
harus memberikan perhatian khusus pada kaki, dimana kaki merupakan anggota
tubuh yang paling jauhdari jantung dan lama untuk sembuh jika terluka. Perilaku
mengendarai kendaraan yang baik dan penggunaan mesin pabrik yang baik dapat mencegah
cedera traumatik, yang dapat mengakibatkan terjadinya amputasi. Meskipun
terutama orang-orang pada usia muda suka mengambil kegiatan yang beresiko,
bahaya yang berhubungan dengan mesin pabrik tidak dapat dianggap remeh.
2.8.3 Penanganan Post Operatif
Perawatan postoperasi untuk
klien dengan reduksi terbuka fiksasi internal atau fiksator eksternal sama pada
pasien bedah lain. Bagaimanapun juga, karena tulang ada vaskulernya, jaringan
tubuh yang dinamis, resiko klien untuk komplikasi spesefik tidak umum pada
klien dengan bedah lain. Sebagian besar masalah seperti emboli lemak
didiskusikan dalam patofisiologi. Rencana perawatan klien untuk post-op fraktur
dimasukkan juga dalam rencana perawatan bedah muskuloskeletal.
Ø Rehabilitasi
Mengembalikan
fungsi, merupakan bagian pengobatan yang essensial pada semua cedera. Pada
sebagian besar kasus, dapat diharapkan kembali normal seperti semula, dan
tujuan rehabilitasi adalah pencapaian hal ini secepat mungkin. Terkadang timbul
kerusakan yang tak dapat diperbaiki pada waktu cedera sehingga tak dapat diharapkan
kembalinya fungsi normal seperti semula. Harapan kembalinya seperti semula pada
cedera ekstremitas memerlukan anjuran agar pasien menggerakkan semua persendian
di bagian yang cedera yang tak dimobilisasi. Kemudian setelah bidai dilepaskan,
sebaiknya sesegera mungkin ekstremitas yang cedera dipakai secara aktif sampai
hilangnya sisa rasa tak enak, kekakuan dan pembengkakan.
Pada
fraktura, keperluan immobilisasi untuk memungkinkan “union” dalam posisi yang baik
akan menambah kekakuan yang disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak. Terutama
pada sendi di bawah tempat cedera karena otot-otot dan tendon untuk
pergerakannya juga rusak.
Metode
pengobatan bervariasi sesuai dengan hebatnya cedera dan sikap mental klien.
Pada sebagian kasus dengan trauma yang tak hebat, dianjurkan menggunakan bagian
yang cedera secara normal dalam jumlah yang cukup memadai. Pada cedera yang
lebih hebat, perlu latihan mobilisasi yang diawasi ahli fisioterapi, disertai
kompres hangat untuk mengatasi spasme otot. Hal ini dimulai sesegera mungkin
setelah mobilisasi selesai. Latihan ini biasanya lebih baik dilakukan oleh satu
kelompok pasien bersama-sama di dalam suatu ruangan sehingga lebih menambah
semangat kompetitif, yang akan membantu pasien-pasien yang lebih gelisah.
Latihan dilakukan melawan reistensi yang meningkat seperti dengan mengangkat
beban oleh bagian yang cedera sangat bermanfaat pada tahap akhir.
Kadang-kadang
pada cedera yang berat; pada pasien yang mempunyai pekerjaan fisik yang berat
maka pembiayaan dalam masa singkat bagi pusat rehabilitasi di daerahnya lebih
berharga, tidak hanya karena pusat-pusat tersebut mempunyai fasilitas dan
alat-alat yang mungkin terbaik tetapi juga berlainan dari kebanyakan bagian
fisioterapi rumah sakit; yang dapat memberikan pengobatan kepada pasien secara
terus-menerus pada seluruh hari kerja. Sebagai tambahan, pertama-tama
lingkungan yang terbentuk menggiatkan aktifitas maksimal dan kedua asisten terlatih dapat memberikan
bantuan pada pasien untuk melakukan aktifitas khusus yang diperlukan pekerjaan
sehari-harinya dan bila ia menemukan kesukaran.
Bisa
timbul kekakuan sendi atau deformitas ringan yang permanen, tetapi sebagai
hasil pengobatan di atas, pada akhirnya hal ini merupakan disabilitas yang
sebenarnya tak berarti Pada kasus-kasus yang dipikirkan mempunyai sejumlah
disabilitas permanen, maka rehabilitasi mempunyai 2 tujuan; pertama mengurangi
pengaruh fungsional disabilitas ini dan kedua, membantu pasien mengatasi
problema sosial dan fisik yang timbul
sebagi akibatnya.
Pekerja
sosial medik seringkali dapat membantu dalam masalah sosial dan finansial yang
timbul akibat sejumlah disabilitas permanen. Pekerjaan yang cocok dapat
ditemukan dengan mendaftarkan pasien sebagi orang cacat pada depertemen tenaga
kerja dan mengirimkannya ke kantor penempatan kembali orang-orang cacat. Dan
mungkin bisa dengan mengajarkan klien dengan keahlian baru yang mampu
dikerjakan dalam keterbatasannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar