Jumat, 13 April 2012

fraktur


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
                Sistem musculoskeletal meliputi tulang, persendian, otot, tendon, dan bursa. Masalah yang berhubungan dengan struktur ini sangat sering terjadi dan mengenai semua kelompok usia. Masalah sistem musculoskeletal biasanya tidak mengancam jiwa, namun mempunyai dampak yang bermakna terhadap aktivitas dan produktivitas penderita. Masalah tersebut dapat dijumpai di segala bidang praktik keperawatan, serta dalam kehidupan sehari-hari.
                Trauma dari sistem musculoskeletal bervariasi dari strain otot yang sederhana hingga patah tulang dengan kerusakan jaringan lunak yang parah. Insidens dari trauma terhadap sistem ini meningkat, sebagian karena berkembangnya minat ke arah latihan fisik yang rutin. Jogging, berlari, dan aktivitas-aktivitas olahraga yang melibatkan raket dan bola mengakibatkan munculnya gangguan-gangguan pada otot dan tulang.
                Meningkatnya populasi lansia juga berkontribusi terhadap tingginya insidens dari fraktur. Seiring dengan bertambahnya usia, seseorang menjadi lebih beresiko terhadap terjadinya penurunan dari masa tulang/ atau tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah saat orang tersebut terjatuh. Pinggang, pergelangan tangan, vertebral dan fraktur pelvis sering terjadi pada kelompok usia ini. Dimana hal ini menurunkan kemampuan fisik dan psikososial seseorang dan merupakan tantangan bagi perawat untuk memberikan perawatan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Fisiologik
                Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan, dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan dan baiknya fungsi sistem musculoskeletal sangat bergantung pada sistem tubuh tang lain. Struktur tulang memberi perlindungan terhadap organ vital, termasuk otak, jantung, dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak. Matriks tulang menyimpan kalsium, fosfor, magnesium, dan fluor. Lebih dari 99% kalsium tubuh total terdapat dalam tulang. Sumsum tulang merah yang terletak dalam rongga tulang menghasilkan sel darah merah dan putih dalam proses yang dinamakan hematopoesis. Kontraksi otot menghasilkan suatu usaha mekanik untuk gerakan maupun produksi panas untuk mempertahankan temperatur tubuh.
Ø  Sistem skelet
                Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, yang terbagi dalam empat ketegori: tulang panjang (mis., femur), tulang pendek (mis., tulang tarsalia), tulang pipih (mis., sternum), dan tulang tak teratur (mis., vertebra). Bentuk dan konstruksi tulang tertentu ditentukan oleh fungsi dan gaya yang bekerja padanya.
        Tulang tersusun oleh jaringan tulang kanselus (trabekular atau spongius) atau kortikal (kompak). Tulang panjang (mis., femur berbentuk seperti tangkai atau batang panjang dengan ujung yang membulat. Batang atau diafisis, terutama tersusun atas tulang kortikal. Ujung tulang panjang dinamakan epifisis dan terutama tersusun atas tulang kanselus. Plat epifisis memisahkan epifisis dari diafisis dan merupakan pusat pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Pada orang dewasa, mengalami kalsifikasi. Ujung tulang panjang ditutupi oleh kartilago artikular pada sendi-sendinya. Tulang panjang disusun untuk menyangga berat badan dan gerakan. Tulang pendek (mis., metacarpal) terdiri dari tulang kanselus ditutupi selapis tulang kompak. Tulang pipih (mis., sternum) merupakan tempat penting untuk hematopoesis dan sering memberikan perlindungan bagi organ vital. Tulang pipih tersusn dari tulang kanselus diantara dua tulang kompak. Tulang tak teratur (mis., vertebra) mempunyai bentuk yang unik sesuai dengan fungsinya. Secara umum struktur tulang tak teratur sama dengan tulang pipih.
Struktur tulang panjang; komposisi tulang kompak
                Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% substansi dasar (glukosaminoglikan [asam polisakarida] dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unti matriks tulang). Osteoklas adalah multinuclear (berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpi dan remodeling tulang.
                Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa. Di tengah osteon terdapat kapiler. Di sekeliling kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella. Di dalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut ke dalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
                Tulang diselimuti di bagian luar oleh membrane fibrus padat dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya untuk tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligament. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang.
                Endosteum adalah membrane vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklas yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang).
                Sumsum tulang merupakan jaringan vaskuler dalam rongga sumsum (batang) tulang panjang dan dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah yang terutama terletak di sternum, ileum, vertebra dan rusuk pada orang dewasa, bertanggung jawab pada produksi sel darah merah dan putih. Pada orang dewasa, tulang panjang terisi oleh sumsum lemak kuning.
                Jaringan tulang mempunyai vaskularisasi yang sangat baik. tulang kanselus menerima asupan darah yang sangat banyak melalui pembuluh metafisis dan epifisis. Pembuluh periosteum mengangkut darah ke tulang kompak melalui kanal Volkmann yang sangat kecil. Selain itu, ada arteri nutrient yang menembus periosteum dan memasuki rongga meduler melalui foramina (lubang-lubang kecil). Arteri nutrient memasok darah ke sumsum dan tulang. Sistem vena ada yang mengangkut arteri ada yang keluar sendiri.
Ø  Pembentukan tulang
                Tulang mulai terbentuk lama sebelum kelahiran. Osifikasi adalah proses dimana matriks tulang (disini kolagen dan serabut dasar) terbentuk dan pengerasan mineral (disini garam kalsium) ditimbun di serabut kolagen dalam suatu lingkungan elektronegatif. Serabut kolagen memberi kekuatan terhadap tarikan pada tulang, dan kalsium memberikan kekuatan terhadap tekanan pada tulang.
                Ada dua model dasar osifikasi: intramembran dan endokondral. Penulangan intramembranous di mana tulang utmbuh di dalam membrane, terjadi pada tulang wajah dan tengkorak. Maka ketika tengkorak mengalami penyembuhan, terjadi union secara fibrus. Bentuk lain pembentukan tulang adalah penulangan endokondral, dimana terbentuk dahulu model tulang rawan (osteoid), kemudian mengalami resorpsi, dan diganti oleh tulang. Kebanyakan tulang di tubuh terbentuk dan mengalami pemnyembuhan melalui osifikasi endokondral.

2.2 Definisi Fraktur
Tulang yang normal mampu untuk bertahan dari kompresi, ekstensi yang berlebihan, dan tekanan pada tulang. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang terjadi saat tulang mengalami tahanan atau tekanan melebihi yang mampu diatasi tulang. Fraktur dapat terjadi pada semua bagian di tubuh pada semua tingkatan usia. Patofisiologi dasar dan manajemen keperawatan hampir sama untuk semua fraktur, terlepas dari tipe dan lokasi fraktur. Bila dikelompokkan berdasarkan penyebab fraktur dapat dibedakan menjadi 3 kategori utama : fraktur yang disebabkan oleh injury yang tiba – tiba, fraktur stres atau fatigue, dan fraktur patologis. Fraktur yang paling umum adalah fraktur sebagai akibat  dari injury yang tiba – tiba. Tahanan yang menyebabkan fraktur dapat langsung seperti saat jatuh, atau tidak langsung seperti adanya trauma atau kontraksi otot yang berlebihan dan kemudian ditransmisikan keseluruh permukaan tulang. Sebagai contoh, ujung dari radius atau clavicula dapat mengalami fraktur dari tahanan tidak langsung sebagai akibat dari tertariknya lengan secara berlebihan. Fraktur yang fatigue biasanya sebagai akibat dari penggunaan tulang secara berlebihan yang berulang – ulang. Nyeri sebagai akibat dari perlukaan ini biasanya terjadi pada ekstremitas  bagian bawah terutama nyeri pada posterior medial tibia, yang dialami oleh orang yang aktif, seperti atlet lari. Fraktur stres pada tibia ini mungkin disalah artikan dengan “ shin split” , terminologi yang tidak spesifik untuk nyeri pada kaki bagian bawah akibat jalan atau lari yang berlebihan, hal ini dikarenakan fraktur stres yang sering kali tidak tampak pada pemeriksaan x – ray sampai 2 minggu setelah onset dari gejala.
Fraktur patologis terjadi pada tulang yang mengalami kelemahan akibat penyakit atau tumor. Fraktur  jenis ini mungkin dapat terjadi secara spontan bahkan dengan stres yang sedikit atau tidak sama sekali. Penyulit yang dimaksud bisa lokal seperti pada infeksi, kista atau tumor, atau bisa luas seperti osteoporosis, paget’s disease, atau tumor yang terdiseminasi..

2.3 Klasifikasi Fraktur
                Fraktur biasanya diklasifikasikan menurut lokasi, tipe, dan arah atau pola dari garis fraktur.
·         Lokasi. Tulang panjang dibagi menjadi 3 bagian : proksimal, bagian tengah dan distal. Fraktur pada tulang panjang dideskripsikan dengan hubungannya dengan posisinya terhadap tulang. Deskripsi lainnya digunakan saat fraktur mengenai kepala atau leher dari tulang, melibatkan persendian atau dekat dengan prominen seperti pada kondilus atau malleolus.
·         Tipe. Tipe dari fraktur itentukan dengan bagaimana  hubungan fraktur terhadap lingkungan eksternal, derajat dari putusnya kontinuitas tulang dan karakter – karakter dari dari potongan – potongan fraktur. Fraktur dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka atau tertutup. Saat fragmen tulang menembus keluar kulit, fraktur disebut fraktur terbuka atau compound fraktur. Fraktur jenis ini sering kali diberikan tingkatan untuk membedakan tingkat keusakan jaringan. Tingkat I menunjukkan perlukaan yang paling sedikit dan kerusakan kulit yang tidak besar. Tingkat II, fraktur terbuka diikuti dengan konstusi kulit dan otot. Tingkat yang paling parah adalah tingkat III dimana terdapat kerusakan kulit, otot, jaringan saraf dan pembuluh darah dan perlukaan yang lebih besar dari 6 – 8 cm. Fraktur terbuka mempunyai komplikasi infeksi, osteomyelitis, penyatuan yang lambat atau tidak menyatu sama sekali. Pada fraktur yang tertutup, tidak terdapat hubungan antara tulang dengan lingkungan eksternal. Fraktur tertutup atau simple fracture tidak meluas menembus kulit sehingga tidak tampak adanya luka. Perawat harus familiar dengan perbedaan dari tipe – tipe ini karena membutuhkan penanganan yang berbeda – beda pula.
Derajat dari fraktur dideskripsikan dalam lingkup putusnya kontinuitas jaringan tulang, apakah parsial atau komplit. Fraktur Greenstick, seperti yang biasa terjadi pada anak – anak adalah contoh dari putusnya kontinuitas jaringan yang parsial. Jenis patah tulang ini terjadi karena tulang pada anak – anak terlebih sebelum usia 10  tahun, lebih resilient dibanding tulang orang dewasa. Sebagai tambahan untuk mendefinisikan fraktur yang berdasarkan tipenya, fraktur sering kali dikarakterkan dengan penyebabnya. Fraktur patologis (spontan) terjadi pada tulang yang mengalami pelemahan oleh penyakit. Sebagai contoh, adalah umum bagi klien dengan kanker tulang mengalami patah tulang, perlukaan disebut fatigue fraktur.
Fraktur juga dideskripsikan oleh karakter – karakter dari potongan – potongan fraktur. Comminuted fracture mempunyai lebih dari 2 potongan. Compression fracture, seperti yang terjadi pada tulang belakang, melibatkan 2 tulang yang bertabrakan. Fraktur disebut impacted jika fragmen fraktur wedged bersamaan. Tipe ini biasanya terjadi pada humerus dan tidak terlalu berbahaya dan sering kali ditangani tanpa operasi.
·         Pola. Arah dari trauma atau mekanisme injury menyebabkan konfigurasi tertentu atau pola dari fraktur. Reduksi adalah restorasi tulang yang patah kembali pada posisi anatomis normalnya. Pola dari fraktur menginikasikan asal dari traumanya dan memberikan informasi tentang cara termudah agar terjadi reduksi.
                Fraktur transverens disebabkan oleh adanya tekanan yang bersudut. Fraktur spiral terbentuk dari gerakan yang memutar. Fraktur transverens tidak biasanya berubah letak atau kehilangan posisinya setelah mengalami reduksi. Namun dilain pihak fraktur spiral, oblique, dan comminuted sering kali tidak stabil dan berubah posisi setelah mengalami reduksi.
Tipe-tipe fraktur
Ø  Fraktur pada lokasi-lokasi tertentu
Ekstremitas atas
·         Clavicula. Fraktur klavikula dapat terjadi sebagai akibat dari jatuh pada tangan yang tertarik berlbihn, jatuh pada bahu atau injury secara langsung. Sebagian besar fraktur klavikula sembuh sendiri, bidai atau perban digunakan untuk immobilisasi. Yang komplit, walaupun tidak umum, mungkin menggunakan ORIF.
·         Scapula. Fraktur skapula tidak umum dan biasanya oleh bentrokan secara langsung pada area tersebut. Immobilisasi bahu dengan “ sling” sampai penyembuhan terjadi.
·         Humerus. Fraktur pada proksimal humerus, terutama fraktur yang impacted atau displaced umumya terjadi pada lansia. Impacted injury biasanya di treatment secara konservatif dengan “sling” umtuk immobilisasi. Fraktur tungkai humerus secara umum dibetulkan dengan closed reuction  dan menggantungkan lengan dengan penyangga atau dibidai. Jika diperlukan, fraktur diperbaiki secara pembedahan dengan tongkat intramedullary atau papan besi atau dengan external fixation. Kelumpuhan nervus radial merupakan komplikasi yang sering terjadi dari fraktur tipe ini, sekitar 12 % dari klien dengan fraktur humeral (schoen, 1986). Pukulan langsung pada condiles dari distal humerus dapat menyebabkan satu atau kedua condyles fraktur, biasanya dalam bentuk T atau Y. Komplikasi yang paling sering terjadi pada fraktur ini adalah kerusakan nervus brachial atau median. Treatment traction dan penyangga dapat digunakan.
·         Olecranon. Fraktur olecranon secara umum relatif terjadi pada orang dewasa dan akibat jatuh pada siku. Beberapa kasus berhasil dengan menggunakan treatment closed reduction dan aplikasi dengan menggunakan penyangga, walaupun biasanya proses penyembuhan ini mungkin dibutuhkan sebelum siku digunakan secara penuh. Untuk displaced fracture, menggunakan ORIF dan bidai selama penyembuhan.
·         Radius dan ulna. Fraktur lengan depan dari ulna tanpa disertai injury pada radius jarang terjadi. Seperti fraktur pada lengan panjang yang lain closed reduction dengan penyangga mungkin digunakan dalam penatalaksanaan. Jika fraktur displaced, menggunakan ORIF dengan intramedullary plates. Fraktur colles atau radius bagian distal, umum terjadi pada lansia ( terutama wanita) karena itu paling sering terjadi akibat jatuh pada tangan yang terbuka. Distal dari radius mempunyai presentase paling besar dari tulang cancellow, yang merupakan tipe tulang yang cenderung mengalami opsteoporosis. Pilihan untuk reduction dan immobilisasi meliputi pembidaian, menyangga, plaster dan fiksasi dengan menggunakan pen, atau fiksasi eksterna dengan rangka.
·         Pergelangan tangan dan telapak tangan. Fraktur dari satu atau lebih tulang pda pergelangan atau telapak tangan dapat terjadi, tapi paling umum melibatkan “carpal schapoid” dan terjadi pada laki – laki dewasa muda. Itu juga merupakan salah satu dari yang paling banyak fraktur yang salah didiagnosa karena kurang terlihat pada  film x-ray. Closed reduction dan penyangga untuk 6-12 minggu merupakan penatalaksanaan yang dipilih. Jika penyembuhan tidak terjadi, open reduction dan bone grifting dilakukan. Fraktur pada metakarpal dan phalanges biasanya tidak displaced, yang membuat penatalaksanaan dan penyembuhannya lebih mudah dibanding fraktur yang lain. Fraktur metakarpal diimobilisasi untuk 4 – 6 minggu; phalangeal fracture diimmobilisasi pada jari untul 10-14 hari.
Ekstremitas bawah
·         Pinggang. Yang termasuk fraktur piggang adalah sepertiga bagian atas femur dan diklasifikasikan sebagai intracapsular atau ekstrakapsular. Klasifikasi ini dibagi berdasarkan lokasi fraktur. fraktur pada paha sebagian besar terjadi pada lansia terutama pada wanita yang mengalami osteoporosis. Diperkirakan bahwa hampir setengah klien lansia yang mengalami fraktur pada paha meninggal dalam waktu 1 tahun karena injury yang berasal dari komplikasi medis yang disebabkan oleh fraktur atau oleh immobilitas yang terjadi setelah fraktur. sebagian besar fraktur pada paha disebabkan karena jatuh, sering juga karena pukulan / displacement, khususnya pada leher tulang femur. Treatment yang dipilih yaitu pembedahan ketika dimungkinkan lansia dapat meninggalkan tempat tidurnya. Tergantung pada lokasi fraktur, ORIF termasuk penyangga intramedullary, pen, atau plat seperti sekrup. Klien yang dipasang sekrup dapat meninggalkan rumah sakit beberapa hari setelah pembedahan dan mempunyai potensial terkena infeksi lebih rendah jika dibandingkan dengan klien yang dilakukan dengan prosedur yang lain. Jika leher atau kepala femur patah, dapat menggunakan penggantian struktur yang lama dengan yang baru. Pilihan non-bedah seperti penggunaan traksi kulit biasanya Buck, dan traksi skelet yang biasanya menggunakan kait.
                Karena fraktur pada paha sering terjadi, dimana lebih dari 250.000 per tahun di AS, perawat di semua layanan kesehatan harus mengetahui bagaimana cara memberikan perawatan khususnya kebutuhan –kebutuhan klien lansia dengan fraktur tipe ini.
·         Femur. Fraktur pada 2/3 distal pada femur biasanya diakibatkan karena trauma, sering juga terjadi karena kecelakaan. Fraktur pada femur jarang diimobilisasi, karena otot paha yang kuat menjai spastic, yang menyebabkan displacement dari tulang. Traksi skelet dengan kait merupakan tipe terapi non bedah. Pembedahan dengan ORIF yaitu dengan paku, penyangga atau sekrup. Pada beberapa kasus, menggunakan fiksasi eksterna.
·         Patella. Hampir sama dengan fraktur yang lain, fraktur patella akibat dari pukulan langsung pada patella tersebut. Perbaikan fraktur dilakukan dengan reduksi tertutup dan fiksasi internal dengan sekrup.
·         Tibia dan fibula. Trauma pada kaki bagian bawah sebagian besar akibat dari fraktur pada tibia dan fibula, terutama 1/3 bawah. 3 dasar terapi yaitu closed reduction dengan external fixation, dan internal. Jika closed reduction digunakan, klien menggunakan gips paling tidak 8-10 minggu. Internal fixation dengan paku atau plat dan sekrup dipakai untuk gips pada tulang panjang selama 4-6 minggu. Jika fraktur menyebabkan kerusakan jaringan lunak, penggunaan external fixation dapat dilakukan selama 6-10 minggu.
·         Pergelangan dan telapak kaki. Fraktur pada pergelangan kaki digambarkan oleh letak anatomi dari injury tersebut. Misalnya, fraktur bimalleolar melibatkan malleolus media pada tulang tibia dan malleolus lateral pada tulang fibula. Karena ketidak mampuan sendi pada pergelangan kaki, fraktur dapat diakibatkan dari supinasi dan eversi, pronasi dan abduksi, atau pronasi dan eversi. Injury pada pergelangan kaki biasanya membentuk spiral, transversal, atau oblique, dimana sulit untuk dilakukan treatment dan merupakan masalah dalam proses penyembuhan. Kombinasi open & close tecniquedapat digunakan tergantung pada keparahan dan luas fraktur. arthrodesis (fiksasi sendi dengan pembedahan) mungkin dibutuhkan jika tulang tidak sembuh.
                Fraktur pada telapak kaki atau jari – jari kaki di treatment hampir sama dengan fraktur yang lain, dengan clesed reduction atau open reduction. Fraktur pada jari – jari kaki lebih menyakitkan tapi tidak terlalu serius pada sebagian besar tipe fraktur.
·         Rusuk dan sternum. Trauma dada yang disebabkan karena fraktur pada tulang rusuk atau tulang sternum; berada pada peringkat nomer 4 dari 8 jenis fraktur yang sering terjadi. Dada mungkin diimmobilisasi dengan perban elastik atau sabuk dada. Meskipun hal ini jaramg digunakan karena dapat mengganggu pernafasan dan membatasi pergerakan paru – paru saat bernafas. Kemungkinan yang terjadi pada fraktur tulang rusuk dan tulang sternum adalah potensial tertusuknya paru – paru, jamtung, atau arteri oleh pecahan tulang. Fraktur pada rusuk bagian bawah dapat merusak organ dibawahnya seperti hati, limpa, atau ginjal.
·         Pelvis. Karena letaknya pelvis yang dekat dengan organ – organ utama dan arteri, manajemen fraktur dipusatkan pada pengkajian dan treatment berhubungan dengan kerusakan internal. Fraktur pada merupakan penyebab kematian yang kedua yang sering terjadi setelah injury pada kepala. Jenis fraktur ini bisa disebabkan karena kecelakaan atau jatuh dari gedung pada orang dewasa muda atau juga bisa karena jatuh pada lansia trauma abdomen interna dikaji dengan memeriksa apakah ada darah dalam urin dan feses dengan melihat abdomen untuk mengembangkan apakah ada pembengkakkan.
                Fraktur pada pelvis dibagi menjadi 2 kategori yaitu non-weight bearing dan  weight bearing. Jika bagian  non – weight bearing pada pelvis fraktur, terapi dapat digunakan dengan bedrest pada matras yang kaku. Tipe fraktur ini dapat sangat menyakitkan, dan klien mungkin membutuhkan pelunak feses untuk memudahkan defekasi.                                    

2.4 Etiologi
                Penyebab utama/primer dari fraktur adalah trauma, bisa karena kecelakaan kendaran bermotor, olahraga, malnutrisi .  Trauma ini bisa langsung/tidak langsung (kontraksi otot, fleksi berlebihan).  Osteoporosis meningkatkan resiko terjadinya fraktur tulang pada orang tua. 
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan bahkan kontraksi otot ekstrem . 
·         Insidens
                Insiden fraktur tergantung pada lokasi trauma.  Fraktur kosta adalah jenis fraktur yang sering terjadi pada usia dewasa.  Anak usia kurang dari 5 tahun paling sering mengalami fraktur servikal (Pellino: 1986).  Orang tua sangat beresiko terhadap fraktur paha.  Fraktur pergelangan tangan banyak terjadi pada dewasa. 
·         Pencegahan
                Banyak jenis fraktur yang dapat dicegah dengan menggunakan peralatan pengaman seperti; sabuk pengaman , supaya dapat mengurangi insiden kecelakaan kendaraan bermotor, peringatan ketika berolahraga.  Di rumah sakit disediakan  peringatan  keamanan, lantai yang bersih.

2.5 Patofisiologi (Penyembuhan)
                Penyembuhan tulang terjadi hampir sama dengan penyembuhan jaringan lunak. Akan tetapi proses penyembuhan tulang memiliki proses yang lebih rumit dan memakan waktu yang lebih lama. Walaupun metode penyembuhan tulang yang pasti masih diperdebatkan, telah ditetapkan 5 tahapan penyembuhan tulang : pembentukan hematoma, proliferasi selular, pembentukan kalus, osifikasi dan remodeling. Derajat dari respon selama masing-masing tahap ini mempunyai proporsi langsung pada perluasan trauma.
  1. Pembentukan hematoma
                Pembentukan hematoma terjadi selama 48-72 jam pertama setelah fraktur terjadi. Sebagai hasil dari pembentukan hematoma , factor pembekuan darah tetap berada di area sekitar fraktur yang kemudianmenginisiasi kerja fibrin, yang mmungkinkan pembentukan fibroblas dan pembuluh darah yang baru. Jaringan granulasi sebagi hasil dari fibroblas dan pembuluh-pembuluh baru, secara bertahap menginvasi dan menggantikan bekuan darah. Saat terbentuk hematoma yang cukup besar penyembuhan menjadi terhambat karena makrofag,platelet,oksigen dan nutrisi untuk pembentuk kalus terhalangi untuk dapat masuk ke area fraktur.
  1. Proliferasi selular
                Tiga lapisan tulang terlibat dalam proliferasi seluler yang terjadi selama penyembuhan tulang yaitu periosteum atau lapisan lapisan terluar yang membugkus tulang ; endosteum atau lapisan dalam dan medulary canal yang mengandung sum-sum tulang. Selama proses ini osteoblas, atau sel pembentuk tulang mengalami perbanyakan dan berdiferensiasi menjadi kalus fibrocartilagenous. Kalus fibrocartilagenouslebih lunak dan fleksibel daripada kalus. Proliferasi selular dimulai dari bagian distal dari tulang dimana pada bagian ini terdapat lebih banyak mengandung pembuluh darah. Setelah beberapa hari fibricartilago”collar” menetap disekitar lokasi fraktur. Ujung dari collar pada kedua sisi dari fraktur pada akhirnya akan menyatu membentuk jembatan yang menghubungkan fragmen-fragmen tulang
  1. Pembentukan kalus
                Selama masa awal pembentukan kalus fraktur menjadi kaku seiring dengan osteoblas yang terus bergerak masuk dan menembus jembatan fibrin. Kartilago terbentuk pada daerah fraktur dimana terdapat sirkulasi yang lebih sedikit. Pada area dimana terjadi insersi otot, sirkulasi periosteal lebih baik, membawa nutrisi yang dibutuhkan oleh jembatan kalus. Tulang mengalami kalsifikasi seiring dengan terdepositnyagaram-garam mineral. Tahap ini terjadi 3-4 minggu
  1. Ossifikasi
                Ossifikasi melibatkan lapisan terakhir dari tulang tahap ini adalah tahap dimana fraktur telah terhubung dengan jembatan dan fragmen fraktur terbentuk. Sel tulang yang matang menggantikan kalus dan kalus secara perlahan di reabsorbsi oleh osteoclast ( sel-sel yang mereabsorbsi tulang ). Lokasi fraktur menjadi keras dan tidak dapat digerakkan dan tampak sudah menyatu pada pemeriksaan radiografi. Paa saat ini sudah aman untuk menyingkirkan penyangga.
  1. Remodelling
                Remodelling melibatkan resorbsi dari kalus yang berkembang diantara ruang sum-sum tulang dan mengelilingi lokasi eksternal dari fraktur. Proses remodeling diarahkan oleh stress mekanis dan beban yang diberikan. Proses ini berlanjut sesuai dengan hokum Wolff dimana tulang merespon stress mekanis dengan menjadi lebih tebal dan lebih kuat sehubungan dengan fungsinya
Penyembuhan patah tulang panjang. (A) Segera setelah terjadi patah tulang, terbentuk bekuan darah yang besar dalam subperiosteum dan jaringan lunak. (B) Fase inflamasi: neovaskularisasi dan awal pengaturan bekuan darah. (C) Fase reparasi: pembentukan kalus kartilago dan jarring-jaring tulang dekat tempat patah tulang. (D) Fase remodeling: korteks mengalami revitalisasi.

                Waktu penyembuhan tergantung lokasi dari fraktur, kondisi dari fragmen fraktur, pembentukan hematoma, faktor-faktor internal dan lokal lainnya. Secara umum fraktur pada tulang panjang, fraktur yang mengalami perpindahan posisi dan fraktur dengan permukaan lebih kecil sembuh lebih lambat
Tulang biasa kembali normal dalam 6 bulan setelah penyatuan lengkap. Bagaimanapun untuk kembali kepada fungsinya secara sempurna akan memakan waktu lebih lama lagi.
                Penyembuhan dapat terpengaruh oleh berbagai faktor dalam proses penuaan.  Pembentukan tulang dan kekuatannya bergantung pada nutrisi yang adekuat. Kalsium, fofat, vitamin D dan protein dibutuhkan untuk produksi tulang yang baru. Hilangnya estrogen, yang terjadi setelah menopause menurunkan kemampuan tubuh untuk membentuk tulang yang baru. Adanya penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi penyembuhan tulang. Sebagai contoh penyakit vascular perifer seperti arteriosclerosis, mengurangi sirkulasi arteri ke tulang sehingga tulang menerima oksigen dan nutrisi lebih sedikit yang dibutuhkan untuk penyembuhan.
  • Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan :
                Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan tulang berbeda-beda pada masing-masing pasien dan factor-faktor tersebut antara lain :
-         Asal dari perlukaan atau kegawatan dari trauma termasuk fraktur displacement, edema, oklusi arteri dengan perlukaan.
-         Derajat dari pembentukan jembatan selam proses penyembuhan.
-         Jumlah dari hilangnya tulang (hal ini dapat menyebabkan besarnya jembatan yang harus dibentuk selama penyembuhan).
-         Tipe dari tulang yang mengalami perlukaan (tulang kancelus sembuh lebih cepat daripada tulang cortical).
-         Derajat dari immobilisasi yang tercapai (pergerakan akan mengganggu jembatan fibrin dan akan terbentuk cartilago bukan tulang).
-         Infeksi lokal dapat menghambat proses penyembuhan.
-         Keganasan lokal harus ditatalaksana sebelum proses penyembuhan dimulai.
-         Nekrosis tulang dapat menghambat vaskularisasi ke bagian tulang yang fraktur.
-         Fraktur intraarticular (dalam sendi) mungkin proses penyembuhannya lama dan dapat timbul arthritis.
·         Faktor-faktor yang menghambat penyembuhan :
-               Usia
-               Medikasi
-               Penyakit : DM, Rhematoid arthritis
-               Tekanan local pada daerah fraktur
-               Masalah sirkulasi
-               Penyakit koagulasi
-               Kurangnya nutrisi

2.6 Manifestasi Klinis
                Tanda dan gejala dari fraktur adalah nyeri, nyeri tekan pada lokasi kerusakan tulang, bengkak, hilangnya fungsi tulang, deformitas dari bagian yang terkena dan mobilitas yang abnormal. Deformitas yang terjadi bervariasi menurut tipe dari tahanan yang menyebabkan, area dari tulang, tipe dari fraktur yang terjadi, dan kekuatan serta keseimbangan dari otot – otot di sekitar tulang.
                Pada tulang panjang terdapat 3 jenis deformitas ; angulation  (membentuk sudut), shortening (memendek), dan rotasi. Fragmen tulang yang kemudian membentuk sudut mungkin dapat dirasakan pada lokasi fraktur dan sering kali mendorong jaringan lunak disekitarnya yang sering kali menimbulkan luka pada kulit. Adanya tekanan penyatuan dan tidak seimbangnya dorongan otot dapat menyebabkan terbentuknya sudut. Memendeknya ekstremitas terjadi saat fragmen tergelincir dan tumpang tindih dengan tulang yang lainnya, oleh karena tarikan dari otot pada ekstremitas. Deformitas  rotasional terjadi saat fragmen fraktur berputar keluar dari sumbu longitudinal normalnya, hal ini dapat terjadi akibat dari rotasional strain oleh fraktur, atau tarikan yang tidak seimbang oleh otot yang menempel pada fregmen fraktur. Krepitus dapat terdengar saat fragmen tulang bergesekan satu sama lain. Pada kasus fraktur terbuka, akan dapat terjadi perdarahan. Kehilangan darah akibat fraktur pelvis atau fraktur tulang panjang yang multiple dapat menyebabkan syok hipovolemik.
                Sesaat setelah fraktur terjadi, saraf pada daerah yang terkena mungkin dapat kehilangan fungsinya untuk sementara. Area tersebut mungkin menjadi mati rasa, dan otot disekitarnya menjadi lemah. Kondisi ini disebut local shock. Selama masa ini, yang mungkin berlangsung selama beberapa menit hingga setengah jam, tulang yang patah mungkin dapat mengalami reduksi dengan nyeri yang minimal atau bahkan tanpa nyeri sama sekali. Setelah masa singkat ini, sensasi nyeri timbul kembali, disertai dengan spasme otot dan kontraksi dari otot – otot disekitarnya.

2.7 Komplikasi Fraktur
                Terlepas dari tipe atau lokasi fraktur, beberapa komplikasi yang berbahaya dapat terjadi sebagai akibat dari perlukaan. Perawat harus mampu mengenali manifestasi klinis yang menunjukkan adanya komplikasi sehingga perawatan dapat dimulai sesegera mungkin. Pada beberapa kasus, memonitor secara teliti dapat mencagah terjadinya komplikasi.
                Komplikasi dari fraktur dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu : komplikasi awal yang diasosiasikan dengan kehilangan kontinuitas skeletal, injuri dari fragment tulang, tekanan dari balutan, perdarahan dan berkembangnya emboli lemak. Yang kedua adalah komplikasi yang diasosiasikan dengan proses penyembuhan fraktur. Komplikasi awal pada fraktur tergantung dengan fraktur dan daerah yang terpengaruh. Sebagai contoh: fragmen tulang dari tengkorak bisa menyebabkan injuri pada jaringan otak, fraktur pada iga dapat menyebaban injuri pada dada dan menyebabkan respiratory insufisiensi. Dinding dada pada sisi fraktur menjadi sangat tidak stabil dengan adanya injuri pada dada. Berikut adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat adanya fraktur :
1. Sindrom Kompartemen
                Sindrom kompartemen merupakan kondisi yang serius dimana terjadi peningkatan tekanan pada satu atau lebih kompartemen otot ekstremitas yang menyebabkan sirkulasi yang masif ke arah fraktur. Bagian distal dari ekstremitas atas dan bawah mempunyai kompartemen yang lebih banyak daripada bagian proksimal, oleh karena itulah resiko yang lebih besar dapat terjadi saat fraktur terjadi pada bagian tersebut. Sumber tekanan dapat berasal dari eksternal maupun dari internal, sumber tekanan eksternal adalah pembebatan, gips, penyangga, sedangkan sumber tekanan internal berupa perdarahan dan akumulasi cairan dalam kompartemen tulang. Komplikasi ini tidak dibatasi hanya pada klien gangguan muskuloskeletal saja.
                Perubahan fisiologis sebagai akibat dari peningkatan tekanan kompartemen yang seringkali tejadi adalah iskemik, edema. Kapiler-kapiler di dalam otot mengalami dilatasi, kapiler-kapiler ini menjadi lebih permeable karena pelepasan histamin dari jaringan otot yang iskemik. Sebagai akibatnya protein plasma bocor menuju ruang intersitial, kemudian terjadilah udema yang dapat menekan saraf dan memperparah keadaan iskemik. Warna dari jaringan yang mengalami iskemik menjadi pucat, denyutan menjadi lemah dan daerah yang terkena menjadi mudah diraba. Jika kondisi ini tidak ditangani maka dapat menimbulkan sianosis, kebal/mati rasa, paresis dan nyeri yang hebat. Tabel di bawah ini memberikan kesimpulan tentang proses patologi yang terjadi pada sindrom kompartemen.
Perubahan fisiologis
Temuan klinis
1. Peningkatan tekanan kompartemen
2.  Peningkatan permeabilitas kapiler
3. Pelepasan histamin
4. Peningkatan sirkulasi darah ke lokasi

5. Tekanan pada ujung saraf
6. Peningkatan tekanan jaringan

7. Penurunan perfusi jaringan
8. Penurunan oksigenasi jaringan
9. Peningkatan produksi asam laktat

10. Metabolisme anaerobik
11. Vasodilatasi
12. Peningkatan aliran darah
13. Peningkatan edema
14. Iskemik otot
15. Nekrosis jaringan
1. Tidak ada perubahan
2.Edema
3. Peningkatan edema
4. Muncul denyutan, jaringan memerah
5. Nyeri
6. Nyeri pada komparteman / mati rasa
7. Peningkatan edema
8. Pallor
9. Denyutan tidak seimbang, postur fleksi
10. Sianosis
11. Peningkatan edema
12. Penegangan otot
13. Parestesia
14. Nyeri hebat
15. Paresis
                Sindrom kompartemen biasanya jarang terjadi tetapi dapat menyebabkan kondisi kegawatan. Dapat pula terjadi kerusakan struktur otot yang irreversible dalam waktu 4-6 jam setelah onset dan otot tidak dapat digunakan lagi dalam 24-48 jam setelahnya. Problem spesifik yang muncul akibat sindrom kompartemen adalah infeksi, kelemahan motorik pada ektremitas yang terkena, kontraktur dan gagal ginjal myoglobinuric. Infeksi yang berasal dari jaringan yang nekrosis bisa cukup berbahaya hingga mengharuskan dilakukannya amputasi. Kelemahan motorik akibat perlukaan saraf bersifat irreversible dan klien mungkin membutuhkan bantuan alat tertentu untuk bergerak. Operasi rekontruksi untuk memperbaiki fungsi dapat dilakukan pada otot yang terganggu. Volkmann’s Contractur terjadi dari memendeknya otot yang iskemik dan ada keterlibatan saraf. Komplikasi paling fatal dari sindrom kompartemen adalah myoglobinuric renal failure. Jaringan otot yang mengalami perlukaan melepaskan myoglobin (protein otot) ke dalam sirkulasi dan kemudian protein ini disaring oleh ginjal. Walaupun patofisiologinya belum jelas, namun myoglobin dicurigai menyebabkan vasokonstriksi/mempunyai efek langsung terhadap ginjal untuk mengakibatkan terjadinya gangguan struktur dan fungsi.
                Ketika begitu banyak kompartemen yang terkena maka dapat timbul Crush Syndrome dimana terjadi iskemik otot yang masif atau berkepanjangan dapat menyebabkan asidosis sehubungan dengan peningkatan produksi asam laktat, hiperkalemi (peningkatan kadar potasium serum) sehubungan dengan pelepasan potasium oleh sel yang terluka ke sirkulasi darah, syok sebagai akibat dari ketidak seimbangan cairan, myoglobinuria sehubungan dengan pelepasan myoglobin ke sirkulasi dan gagal ginjal sebagai akibat dari syok dan asidosis. Efek sistemik ini dapat mengakibatkan kematian bila tidak segera ditangani.
                Sindrom kompartemen adalah hasil dari peningkatan tekanan sampai pada batas ruangan anatomi yang tersedia. Kasus ini dapat terjadi akut maupun kronik. Sindrom kompartemen akut dapat terjadi setelah fraktur atau luka bakar yang parah terkena balutan yang terlalu ketat sehingga tekanan meningkat 30 mmHg atau lebih. Peningkatan tekanan ini terjadi karena fasia yang menutup otot tidak elastis dan tidak dapat mengkompensasi balutan yang terlalu ketat.
                Kondisi ini menyebabkan nyeri yang parah karena regangan pasif pada jaringan lunak dan kulit. Kompresi pada saraf menyebabkan perubahan sensasi, reflek yang minimal dan dapat juga terjadi kehilangan fungsi motorik. Kompresi pada pembuluh darah dapat menyebabkan iskemik dan kehilangan fungsi.
                Sindrom kompartemen sering terjadi pada injuri yang parah, fraktur tertutup dan ketika ada tekanan eksternal. Area yang paling sering mengalaminya adalah kaki bagian distal / bawah.
                Tekanan intrakompartemen dapat diukur dengan kateter/jarum yang dimasukkan ke dalam kompartemen. Fasiotomy/transeksi dari fasia yang menekan kompartemen otot mungkin diperlukan ketika tekanan pada daerah fraktur diatas 30 mmHg. Hal ini bertujuan untuk mencapai tekanan perfusi yang sama dengan tekanan kapiler. Diagnosa dan perawatan yang telat dari sindrom kompartemen ini dapat menyebabkan kerusakan otot dan saraf yang ireversible.
                Sindrom kompartemen kronik terjadi lebih sering pada dewasa muda setelah aktivitas yang berhubungan dengan strain yang berulang pada ekstremitas bawah. Walaupun mekanisme pastinya belum jelas, latihan diaggap dapat menyebabkan peningkatan ukuran kompartemen otot. Kompartemen yang meregang dapat menyebabkan inflamasi. Pada fasia dapat timbul scar, fasia menjadi kurang elastis dan tidak dapat mengkompensasi penambahan beban lebih lanjut. Pada jenis sindrom ini timbul nyeri pada saat aktivitas.
2. Syok
                Tulang mempunyai vaskularisasi yang cukup bagus karena itulah dapat terjadi perdarahan jika terjadi perlukaan. Sebagai tambahan trauma dapat merobek arteri yang berdekatan dan menyebabkan hemoragi. Sebagai akibatnya syok hipovolemik dapat terjadi secara cepat.
3. Fat Emboli Syndrom
                Emboli lemak merupakan komplikasi yang cukup serius, biasanya sebagai akibat dari fraktur, dimana globuli lemak dilepaskan dari tulang ke aliran darah. Kondisi lain yang juga mungkin dapat muncul walaupun lebih kecil kemungkinannya adalah pankreatitis, koma diabetikum, osteomyelitis dan anemia sel sickle. Lima persen sampai 10% klien dengan fraktur terkena komplikasi ini dan 8% orang meninggal akibat komplikasi ini. Faktor resiko yang meningkatkan suseptibilitas seseorang untuk terkena emboli lemak termasuk peningkatan serum glukosa/kadar kolesterol dan peningkatan kerapuhan pembuluh dan ketidakmampuan untuk melakukan koping terhadap stres.
                Emboli lemak sering terjadi jika fraktur tulang panjang/fraktur yang multiple, walaupun fraktur pada tulang yang mengandung sumsum tulang yang sedikit tetapi dapat menyebabkan komplikasi ini. Komplikasi ini dapat muncul pada semua usia, jenis kelamin akan tetapi lelaki muda dengan umur antara 20-40 tahun dan klien yang berusia 40-80 tahun bersiko untuk megalami fraktur pada paha dan pelvis yang dapat menimbulkan emboli ini.
                Beberapa teori menjelaskan tentang pelepasan lemak dari sumsum tulang. Menurut teori metabolisme trauma dapat menyebabkan pelepasan katekolamin, katekolamin ini menyebabkan mobilisasi asam lemak bebas dimana hal ini dapat menimbulkan agregasi pletelet dan pembentukan globulus lemak. Menurut teori mekanikal tekanan  di dalam sumsum tulang lebih tinggi daripada tekanan di dalam kapiler sehingga lemak dilepaskan secara langsung dari tulang, pada kasus lain lemak ini dapat terdeposit ke pembuluh darah kecil, misal : paru-paru dan menyebabkan insufisiensi respirasi (Mims : 1989)
                Klien respirasi distres, takikardi, hipertensi, takipneu, demam, petechiae, macular, measles juga mengalami emboli lemak meskipun mekanismenya belum diketahui secara jelas. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan: peningkatan kecepatan sedimentasi sel darah merah, penurunan serum albumin dan kadar kalsium, penurunan jumlah sel darah merah dan hitung platelet, peningkatan kadar serum lipase. Perubahan pada komponen darah ini tidak dapat diketahui secara jelas mekanismenya, namun hal ini ikut mendukung prognosis penyakit.
4. Trombhoemboli / Emboli bekuan darah
                Trauma dan ketidakmampuan mengaharuskan klien untuk imobilisasi, imobilisasi ini jika untuk jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan timbulnya trombosis pada vena. Trombhoemboli merupakan komplikasi paling umum pada trama/operasi ekstremitas (terutama ekstremitas bawah). Untuk klien usia lebih dari 40 tahun memiliki insiden trombosis vena sebesar 40-60% (jika terapi antikoagulan tidak diberikan). Lima persen sampai 10% klien dengan trombosis vena berkembang menjadi emboli paru. Resiko trombhoemboli ini meningkat pada klien yang merokok, obesitas, punya penyakit jantung dan punya riwayat trombhoemboli. Klien tua dalam waktu 2-3 hari setelah operasi muskuloskeletal mempunyai resiko trombhoemboli tertinggi. Klien fraktur ekstremitas bawah dan pelvis mempunyai resiko mengalami trobhoemboli dan akan berkembang menjadi emboli paru daripada fraktur di tempat lain.
5. Infeksi tulang (Osteomyelitis)
                Trauma jaringan dapat mengganggu sistem imun, trauma jaringan ini dapat terjadi pada daerah superficial/profundus. Infeksi tulang sulit untuk ditangani, efeknya dapat sangat membahayakan dan dapat menyebabkan nyeri hebat, disabilitas dan deformitas. Infeksi tulang kronis dapat terjadi selama tahunan karena adanya sinus. Hal ini terjadi saat jalur terbentuk dari sebuah abses/kavitas pada tulang keluar menembus kulit.
                Etiologi dari infeksi tulang ini meliputi :
-         Mikroorganisme (staphylococcus aureus yang dapat mengadhisi jaringan penyambung tulang, Clostridial yang dapat menimbulkan gas ganggren, tetanus dan malunion).
-         Kontaminasi luka fraktur terbuka karena peningkatan resiko terjadinya infeksi nosokomial.
-         Komplikasi dari tindakan operasi (infeksi iatrogenik, termasuk didalamnya komplikasi dari pemasangan pens pada traksi, infeksi persendian setelah operasi dll).
Penyebaran etiologi infeksi tulang ini melalui aliran darah (hematogenous) dan ekstensi langsung. Osteomyelitis akut dapat berkembang menjadi kronik. Berikut penjelasan dari keduanya .
Osteomyelitis Akut
                Biasanya terjadi karena penyebaran bakteri melalui peredaran darah. Pada anak bisa disebabkan karena infeksi di tempat lain, misal : infeksi dari kulit, sinus, gigi dan telinga tengah. Infeksi ini dapat terjadi karena injuri lokal dapat berkembang menjadi nekrosis dan nekrosis merupakan tempat berkembangnya bakteri. Pada dewasa infeksi kronis pada saluran perkemihan, penggunaan obat imunosupresi dan obat IV beresiko untuk menyebabkan infeksi tulang.
                Manifestasi klinis yang muncul berupa febris pada 48 jam pertama. Infeksi pada umumnya dimulai pada bagian metafisis tulang dimana pada bagian tersebut terdapat saluran yang memberi nutrisi untuk tulang, pus dapat ditemukan pada permukaan tulang dan dapat mengganggu vaskularisasi tulang dan menyebabkan iskemik tulang dan pada akhirnya dapat menimbulkan nekrosis tulang. Manifestasi klinis yang lain berupa nyeri pada ektremitas yang terkena ketika digerakkan, keterbatasan gerak, merah dan bengkak. Pemeriksaan X-ray menunjukkan elevasi periosteal osteoclastric. Terapi dapat berupa identifikasi jenis bakteri melalui kultur, aspirasi dan stain gram kemudian ditentukan jenis antibiotik yang dapat diberikan secara IV/Peroral, kadang diperlukan tinakan operasi untuk mengeluarkan drainase.
Osteomyelitis Kronis
                Penyebab dari infeksi tulang kronik adalah ketidakadekuatan terapi infeksi tulang akut. Terapi yang dapat diakukan meliputi operasi dan pemberian antibiotik.
6. Osteonecrosis (Nekrosis avaskuler, Nekrosis aseptik, Nekrosis iskemik)
                Osteonecrosis atau kematian segmen tulang adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh gangguan dari suplai darah pada sumsum tulang, medula tulang, cortex. Osteonecrosis ini biasanya terjadi pada femur bagian proksimal dan distal , humerus bagian proksimal.
                Lokasi nekrosis tergantung letak pembuluh darah yang mengalami gangguan, namun cortex tulang mempunyai vaskularisasi kolateral sehingga cortex tulang jarang mengalami nekrosis jika dibandingkan dengan bagian tulang yang lain.
                Berikut faktor-faktor penyebab osteonecrosis :
-         Terganggunya mekanisme pembuluh darah : fraktur, penyakit Leeg calve, penyakit Blounts.
-         Trombhosis dan emboli : penyakit sikle cell, gelembung nitrogen.
-         Perlukaan pembuluh darah : vaskulitis, penyakit jaringan penyangga seperti SLE dan RA, terapi radiasi, penyakit gautchers.
-         Peningkatan tekanan intraseous : ostenekrosis yang diinduksi steroid.
7. Gangguan Penyatuan Tulang
·         Delayed Union : kegagalan proses penyembuhan tulang dari waktu yang seharusnya (normalnya 6 bulan). Dapat disebabkan karena : imobilisasi yang tidak bagus, hematoma yang besar, infeksi pada lokasi fraktur, kehilangan tulang yang besar dan sirkulasi tidak baik.
·         Malunion : proses penyambungan yang salah bisa disebabkan karena reduksi yang tidak adekuat dan pelurusan yang tidak tepat saat mobilisasi.
·         Non Union : kegagalan tulang untuk sembuh yang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan X-ray dengan ditemukan pergeseran pada lokasi fraktur. Hal tersebut dapat menimbulkan nyeri. Faktor-faktor penyebabnya meliputi : reduksi yang tidak adekuat, trauma berat, terpisahnya fragmen tulang, tumbuhnya jaringan lunak antara fragmen tulang, infeksi, kehilangan tulang yang besar,sirkulasi yang tidak baik, keganasan dan tidak diakukannya restriksi. Di USA NonUnion diterapi dengan teknik Llizarov, teknik ini berupa fiksasi eksternal bagian yang patah, selain itu dapat dilakukan stimulasi listrik karena listrik dianggap dapat merangsang penyembuhan tulang meskipun mekanismenya belum diketahui jelas (Geier and Hesser : 1985).

2.8 Penatalaksanaan Medis
Terapi tergantung dari kondisi klien, keadaan luka, lokasi fraktur, jenis fraktur
Tujuan terapi fraktur adalah sebagai berikut:                                                                                                                                        1. Mengurangi atau mencegah fraktur lebih parah ( Reduction )
                Reduction adalah mengembalikan posisi tulang ke posisi anatomi. Metode dengan   manipulasi tertutup atau terbuka. Manipulasi tertutup dengan memberikan tekanan secara manual pada daerah fraktur dari permukaan kulit dan dilakukan traksi. Manipulasi terbuka atau operasi dilakukan dengan pemasangan peralatan didalam kaki pasien misalnya pen, setelah itu dilakukan rekontruksi.
2. Imobilisasi
                Imobilisasi adalah upaya untuk mencegah mobilisasi dari bagian yang mengalami injuri, hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan bagi fragmen tulang untuk menyatu kembali. Imobilisasi dapat dilakukan dengan pemasangan alat interna atau eksterna.
3. Penyembuhan bagian yang mengalami injuri ( Restorasi )

·         Terapi obat

                Nyeri muskuloskeletal berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak, disrupsi tulang, dan spasme otot merupakan tipe nyeri yang paling parah yang biasanya diperlihatkan oleh individu. Klien sering merasa nyeri dalam waktu lama dan memakai manajemen nyeri yang buruk. Analgesik narkotik dosis besar, anti inflammatory, dan relaxan otot adalah obat-obat yang umum diberikan. Transquilizer seperti diazepam (valium) digunakan untuk ketenangan, meminimalkan spasme otot, dan menurunkan ansietas. Untuk klien nyeri kronik, narkotik dan non-narkotik diberikan bersama untuk mencegah ketergantungan obat. Perawat harus mengobservasi efektivitas pengobatan dan efek sampingnya.

·         Terapi non-farmakologi

                Untuk nyeri parah yang kronik, klien tidak bisa tergantung terus pada obat. Biasanya perawat menggunakan kompres hangat atau dingin tergantung penyebab nyeri. Jika pembengkakan menyebabkan tekanan pada area luka, kompres es mungkin digunakan. Spasme otot bisa dikendorkan dengan kompres hangat dan massage. Selain itu digunakan juga sentuhan terapeutik, jika terapi tersebut tidak efektif untuk mengurangi nyeri, perawat bisa menggunakan teknik distraksi atau terapi musik. Perawat mengajarkan pada klien teknik relaksasi seperti nafas dalam selama periode nyeri yang parah.

2.8.1 Penanganan Preoperatif
Ø  Prinsip-prinsip pertolongan pertama
                Tujuan utama pertolongan pertama adalah menyelamatkan nyawa seseorang dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Orang yang pertama tiba di tempat kejadian harus mempertahankan jalan nafas, jika perlu dengan pernafasan mulut ke mulutdan kemudian ia harus mengusahakan pengangkutan pasien ke rumah sakit terdekat. Luka ditutupi, perdarahan dihentikan dan anggota gerak yang cedera dibidai untuk mencegah pergerakan yang nyeri lebih lanjut. Setiba di rumah sakit, pasien mulai diperiksa dan diobati.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                 
Ø  Pemeriksaan
                Pertama-tama jalan nafas dibersihkan, mungkin pasien memerlukan intubasi segera. Kesadaran diamati, tekanan darah di ukur serta cedera sebenarnya dicatat.
                Umumnya fraktur besar dapat terlihat. Terdapat nyeri, pembengkakan, deformitas dan kehilangan fungsi. Perlu diperhatikan apakah kulit di atas fraktur robek sehingga dinamai “compound fractur” yang mudah mengalami infeksi. Hendaknya diperhatikan keadaan kerusakan otot terutama pada compound fractur. Perlu dinilai supply darah arterial diluar daerah cedera, bila terganggu harus diperbaiki secepat mungkin untuk mencegah kerusakan anggota gerak yang permanen karena iskemia. Saraf tepi harus diperiksa sebagai patokan dasar bagi pemulihan nantinya.
                Sinar X : segera setelah pasien diresusitasi, dibuatkan radiograf anggota gerak atau dada, tulang belakang,pelvis atau abdomen yang cedera.
Ø  Pengobatan
·         Volume Darah
                Jika ada perdarahan maka perlu memperbaiki volume darah yang beredar. Jaringan perifer memerlukan perfusi yang adekuat oleh darah teroksigenasi dengan baik. Setelah fraktur, terjadi kehilangan darah dari tulang dan jaringan yang rusak. Dengan ini diperlukan adanya transfusi  dan jika kemudian diperlukan transfusi berulang bisa dipakai plasma beku segar.
  • Nyeri
                Nyeri karena cedera bisa dihilangkan dengan memblok saraf regional. Untuk itu bisa digunakan Entonox tanpa mengganggu pemeriksaan cedera kepala atau intra abdominal. Tetapi jika pembuatan diagnosa telah adekuat dan sirkulasi tepi tidak kolaps, maka nyeri dapat dihilangkan dengan morfin atau petidin.
  • Antibiotika
Untuk infeksi pada compound fractur dianjurkan pemberian antibiotika. Antibiotika yang terpilih seperti benzyl penisilin yang mungkin dapat dikombinasi dengan fluklosasilin atau sefalosporin seperti sefaloridin atau sefaleksin.
  • Anti tetanus
Tindakan mengobati tetanus harus dilakukan pada klien dengan luka terbuka. Diberikan toxoid tetanus sebanyak 0,5 ml pada luka superficial yang terkonaminasi tanah. Zat ini menimbulkan imunitas aktif. Pada luka-luka yang lebih dalam, lebih besar teapi bersih, tanpa banyak jaringan mati dan pembersihan dini secara bedah bisa dilakukan maka toxoid tetanus dan antibiotika cukup efektif. Tetapi pada luka-luka yang besar dan terkontaminasi hebat dengan banyak jaringan yang mati, maka lebih baik diberikan serum antitetanus manusia, antibiotik dan toxoid tetanus. Sebelum serum antitetanus diberikan harus disuntikkan subkutan, suatu dosis percobaan untuk melihat apakah timbul reaksi. Jika imunitas aktif memerlukan dosis boster, maka diberikan 6 minggu dan 6 bulan kemudian.
  • Komplikasi yang dapat timbul setelah trauma :
  1. Emboli paru-paru
  2. Emboli lemak
  3. Syok paru-paru
  4. Koagulasi intravaskular diseminata
Ø  Prinsip-prinsip Perawatan luka
·         Luka-luka insisional
                Luka-luka insisional yang terjadi kurang dari 8 jam yang lalu diobati secara penjahitan primer. Luka dibersihkan dan jaringan yang jelas mati dipastikan, lalu luka ditutup lapis-demi lapis. Bila luka besar dan dalam bisa dipasang drain yang kecil. Akhirnya dipasang suatu pembalut bertekanan dan pada luka besar di anggota gerak akan menguntungkan pemakaian sementara lempengan bidai yang terbuat dari gips. Jika penjahitan primer tak mungkin baik karena keadaan umum tak memungkinkan pembedahan dalam 8 jam setelah cedera atau ia tak mencapai rumah sakit dalam waktu itu, maka setelah dibersihkan luka dikemasi terbuka. Semua jaringan yang telah mati, terutama otot, dieksisi dan hemostasis dipastikan. 4 sampai 7 hari kemudian jika sekarang luka telah bersih, tepi kulit disegarkan dan luka ditutup.
                Juga perlu diberikan banyak perhatian pada perawatan untuk hemostasis dan penutupan jaringan yang telah mati. Hal ini dikenal sebagai penjahitan primer tertunda. Harus dihindarkan tegangan pada luka baik dengan membuat insisi sejajar garis luka yang melemaskan atau dengan menggunakan “split skin graft” di daerah yang tertutup, di tempat mana tepi kulit hanya bisa didekatkan dengan tegangan.
                Jika terjadi sepsis maka penutupan luka harus ditunda sampai ini diatasi. Jaringan mati dibuang dan tepi luka dieksisi, bila perlu dipotong lebih bawah. Luka dijahit sedapat mungkin tanpa tegangan. Ini adalah penjahitan sekunder. Suatu defek kulit yang menetap harus ditutupi dengan “split skin graft” atau “four thickness flap” atau pedikel.
                Sebelum bedah terbuka dengan fiksasi internal, klien ditraksi beberapa hari untuk menstabilkan fraktur. Prosedur ini merupakan manajemen untuk fraktur pinggang (Buck’s traction). Perawat mengajari klien, keluarga, dan/atau pihak lain selama dan setelah pembedaha. Perawatan preoperative untuk klien dengan bedah muskuloskeletal sama de ngan perawatan pada klien bedah umum atau anestesi spinal.
2.8.2 Penanganan Intra Operatif
Ø  Traksi
                Traksi adalah pengaplikasian kekuatan tarikan pada bagian tubuh untuk memberikan reduksi, posisi yang lurus dan istirahat, juga dapat menurunkan spasme otot, mengurangi nyeri, dan mencegah atau memperbaiki bentuk tulang. Klien yang ditraksi biasanya dirawat di RS lebih lama daripada klien dengan gips, tapi biasanya mobilisasi lebih cepat. Traksi mekanikal dapat dilanjutkan sebagai perawatan fraktur.
                Traksi diklasifikasikan menjadi “running traction” atau “balanced suspention”. Pada running traction kekuatan tarikan langsung pada daerah yang fraktur dan daerah yang tidak ditraksi boleh aktifitas. Pada “balanced suspention” bagian yang countertraction diberi juga tarikan. Traksi dikelompokkan menjadi 4 tipe yaitu: kulit, skeletal, plester/gips, dan penguat.
                             
Traksi kulit                                                        Traksi skeletal pada tungkai bawah
                Skin traction berhubungan dengan penggunaan pita traksi (jarang digunakan karena merusak kulit), Velcro (hook and loop), boot (buck’s traction), sabuk traksi ini digunakan untuk kulit dan jaringan lunak. Tujuan dari tipe traksi ini untuk mengurangi nyeri otot yang menyertai fraktur. Beban yang diberikan terbatas yaitu antara 5-10 lb. Untuk mencegah injury kulit.
Traksi skeletal, pin, kawat, penjepit atu sekrup dimasukkan langsung ke tulang dan traksi ini membutuhkan waktu yang lamadan beban biasanya antara 15-30 lb. Traksi skeletal bertujuan untuk meluruskan tulang. Traksi plester merupakan kombinasi dari traksi skeletal dan gip plester. Traksi jepitan digunakan untuk memperbaiki kesalahan bentuk tulang. Circumferential traksi menggunakan  sabuk yang mengelilingi tubuh, missal fraktur pelvis untuk masalah punggung bawah.
Ketika traksi digunakan pasien, perawat bertanggung jawab atas keseimbangan antara tarikan traksi dan tekanan countertraksi. Beban tidak boleh diganti tanpa izin dokter, bebab harus bebas tergantung. Inspeksi kulit dilakukan tiap 8 jam untuk tanda iritasi dan inflamasi jika memungkinkan, sabuk atu boot diberikan pada skin  traksi dilepas  untuk inspeksi daerah di bawah alat. Pada klien lansia yang sering menderita penyakit vaskuler, penyakit jaringan konektif, dan/atau DM, mereka mempunyai resiko tinggi bila ditraksi karena ketidakadekuatan sirkulasi. Ada tipe traksi yang tidak cocok untuk klien lansia karena memerlukan immobilisasi pada waktu yang lama, sehingga menyebabkan komplikasi yang serius, misalnya pneumoni dan emboli pulmoner.
Perawat harus memberikan perhatian khusus untuk pins, kawat atu skrup pada kulit untuk tanda inflamasi/infeksi ketika traksi skeletal digunakan.
Ø  Gips
                Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang dicetak sesuai kontur tubuh dimana gips ini dipasang. Tujuan dari pemasangan gips ini adalah untuk mengimobilisasi bagian tubuh dalam posisi tertentu dan memberikan tekanan yang merata pada jaringan lunak yang terletak di dalamnya. Dapat digunakan untuk mengimobilisasi fraktur yang telah direduksi, mengkoreksi deformitas, memberikan tekanan merata pada jaringan lunak di bawahnya, atau memberikan dukungan dan stabilitas bagi sendi yang mengalami kelemahan. Secara umum, gips memungkinkan mobilisasi pasien sementara membatasi gerakan pada bagian tubuh tertentu.
  • Tipe gips untuk trauma muskuloskeletal

Tipe dan karakteristik gips
Kegunaan
Gips untuk ekstremitas atas:
1.       Gips pendek untuk lengan (panjangnya dari bawah siku sampai ke bagian tangan).
2.       Gips panjang untuk lengan (meliputi lengan atas sampai ke bagian tangan).
3.       Gips untuk lengan dan digantung (sama dengan no.2 , tapi lebih berat dengan ditambahlengkung pada lengan bawah).

1.    Fraktur stabil pada pergelangan tangan (metacarpal, carpal, dan tulang radius bagian distal).
2.    Fraktur yang tidak stabil pada pergelangan tangan, humerus bagian distal, radius dan/atau ulna.
3.    Fraktur humerus yang tidak dapat diluruskan dengan gips panjang, traksi yang ringan bisa dipasang sementara klien tetap di tempat tidur.
Gips untuk ekstremitas bawah:
1.    Short leg cast (SLC), dari bawah lutu sampai ke dasar kaki.
2.    Long leg cast (LLC), dari pertengahan paha ke dasar kaki.
3.    Gips yang bisa untuk dibuat jalan (alat untuk berjalan pada pantat pada SLC/LCC).
4.    Leg cylinder (mirip dengan SLC, tapi pergelangan kaki tidak digips).
5.    Long-leg cylinder (mirip dengan LLC tetapi pergelangan kaki tidak digips)


1.  Fraktur pergelangan kaki dan   metatarsal.
2.  Fraktur tibia yang tidak stabil dan fibula.
3.  Sama dengan SLC/LLC.
4.  Fraktur tibia yang stabil, fibula dan lutut.
5.  Fraktur femur distal yang stabil, proksimal tibia dan fraktur pada lutut.
Gips penahan:
Patella weight-bearing cast (mirip dengan SLC atau leg cylinder)

Fraktur femur bagian tengah atau distal.
Gips badan:
1.    Hip spica (dari bawah mammae ke kaki, kaki bawah dan setengah dari kaki yang tak terpengaruh atau kedua kaki).
2.    Riser’s cast (jaket dari bahu ke iliaca dan panggul dan terbuka di depan dada).
3.    Halo cast(jaket yang berisi beban).

1.    Dislokasi pada pinggul, pelvis, dan injury pada pinggul.
2.    Scoliosis, fraktur spina thoracis.
3.    Fraktur pada spina cervical.
                Untuk gips plester, penting digunakan untuk memperingatkan klien tentang panas yang akan dirasakn segera setelah gips dipasang. Gips yang baru, biasa disebut ‘a green cast’ yang tidak ditutup agar uudara bisa menguap. Ketika gips klien basah harus dipindah dan diganti. Plester ini diganti setiap 1 atau 2 jam agar sirkulasi udara lancar dan semua bagian gips tetap kering. Petugas kesehatan harus selalu ingat bahwa gips yang basah perlu penanganan yang khusus.
                Untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh urin/feses, gips seluruh tungkai seharusnya digunakan untuk melindunginya dan menutupi daerah perineum. Bedpan khusus untuk fraktur lebih baik daripada bedpan tradisional karena lebih kecil dan lebih nyaman untuk klien. Perawat mengecek untuk memastikan bahwa gips tidak terlalu ketat dan memonitor secara teratur status neurovaskuler klien, biasanya dilakukan selama 24 jam pertama setelah aplikasi. Perawat seharusnya dapat memasukkan jarinya diantara kulit dan gips. Jika gips kering, perawat harus menginspeksi gips minimal 1 kali sehari untuk melihat ada/tidaknya drainase, retak, remuk, penjajaran, dan ketepatan penyembuhan. Area drainase pada gips dibuat melingkar dan dimonitor terus setiap ada perubahan. Jika ada darah pada gips de ngan fraktur tebuka harus segera dilaporakan pada dokter jumlah drainase atau perubahan integritan kulit dari gips. Komplikasi lain dari gips perlu perawatan, misalnya infeksi, gangguan sirkulasi dan kerusakan saraf perifer.
                Gangguan sirkulasi, kerusakan nervus perifer, dan nekrosis dapat terjadi karena gips yang terlalu ketat, dalam hal ini perawat harus mengkaji status neurovaskuler klien. Atropi dapat terjadi karena kurang latihan selama immobilisasi ang lama pada daerah yang terpengaruh fraktur, biasanya pada ekstermitas. Perawat mengkaji adanya komplikasi adanya immobilisasi kerusakan kulit, tromboemboli dan konstipasi. Sebelum gips dilepas perawat perlu memberitahu klien bahwa tidak akan melukai kulit hanya merasa panas selama prosedur.
Ø  Pembedahan
                Untuk beberapa tipe fraktur, traksi sudah cukup sebagai terapi modalitas. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal merupakan metode umum untuk mengurangi dan immobilisasi fraktur. Jika metode ini tidak berhasil, fiksasi eksternal dengan reduksi tertutup digunakan. Meskipun perawat bukan pembuat keputusan terhadap teknik bedah, tapi penting untuk mengerti prosedur untuk memberikan pendidikan pada klien dan perawatannya.

·         Reduksi tebuka, fiksasi internal

Reduksi terbuka merupakan pembedahan langsung pada lokasi fraktur, lebih sering digunakan pada klien lansia yang menderita komplikasi immobilisasi. Alat fiksasi interna yang biasa digunakan adalah pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Setelah tulang sudah kembali ke posisinya, alat-alat tersebut mungkin dipindahkan tergantung pada lokasi dan tipe fraktur.

·         Fiksasio eksternal

Salah satu alternatif lain adalah fiksasi eksternal, setelah dilakukan reduksi fraktur, insisi kecil percutaneus dibuat lalu pin diimplantasikan ke tulang. Lubang kecil didrill ke dalam tulang dan pin (seri metal) dimasukkan ke dalam tulang untuk mencegah pergerakan tulang.
Fiksasi eksternal mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan teknik immobilisasi yang lain, yaitu tidak banyak kehilangan darah dibandingkan dengan fiksasi internal. Kerugian dari fiksasi eksternal adalah resiko infeksi(osteomyolitis) yang merupakan infeksi serius dan sulit untuk ditreatment.
 Untuk mencegah infeksi beberapa agen punya prosedur perawatan pin yang dikerjakan sekali atau 2 kali tiap hari. Prosedur ini sama untuk traksi skeletal pada traksi kepala. Pin perlu dibersihkan secara khusus. Perawat menginspeksi lokasi pin tiap ahri untuk melihat kemerahan, pembengkakan, dan drainage.
Pada beberapa treatmen fraktur, perawat mengkaji status neurovaskuler pada ekstremitas bagian distal dari fraktur. Fiksator eksternal mungkin digunakan untuk ekstremitas atau fraktur pada pelvis. Setelah fiksator dipindah, klien diberi penyangga sampai penyembuhan selesai. Klien dengan fiksator eksterna mungkin mengalami gangguan body image, framenya besar dan kotor/berbau dan area sekelilingnya terjadi kerusakan jaringan massive. Perawat harus sensitive terhadap rencana perawatan.
Ø  Amputasi
                Amputasi merujuk pada pengangkatan semua atau sebagian ekstremitas. Bila melakukan amputasi, dokter bedah berupaya untuk menyelamatkan sebanyak mungkin tungkai. Sisa tungkai secara umum disebut “  puntung “.
                Amputasi dapat terbuka (guillotine) atau tertutup. Amputasi terbuka dilakukan untuk infeksi berat. Ini meliputi pemotongan tulang dan jaringan otot pada tingkat yang sama. Pembuluh darah dikateterisasi, dan luka dibiarkan terbuka untuk mengalir. Balutan besar diberikan. Untuk mencegah retraksi kulit, sering 5 pon traksi kulit diberikan. Luka dapat tertutup atau dibiarkan sembuh dengan granulasi bila infeksi bersih.
                Untuk amputasi tertutup, dokter bedah menutup luka dengan  flap kulit yang dibuat dengan memotong tulang kira-kira 2 inchi lebih pendek daripada kulit dan otot. Amputasi ini dapat menyebabkan perubahan body image ataupun harga diri pasien. Dalam hal ini pasien dapat melewati proses berduka.
  • Etiologi
                Indikasi utama dari amputasi adalah iskemia dari penyakit peripheral vaskuler pada lansia. Klien yang mengalami arteriosklerosis atau diabetes mellitus, keduanya didukung dengan penurunan suplai darah dan penurunan perfusi jaringan. Amputasi juga dilakukan untuk thermal injury seperti terbakar, infeksi tumor, gangguan metabolisme seperti penyakit paget dan anomali kongenital.
                Traumatik amputasi sebagian besar akibat dari kecelakaan. Seseorang yang membersihkan mesin pemotong rumput atau mesin pembersih salju tanpa mematikan mesin. Kendaraan bermotor, kecelakaan mesin industri juga menyebabkan dilakukan amputsi.
  • Insiden
                Amputasi jarang terjadi pada 20 tahun yang lalu. Klien yang melakukan prosedur adalah pada usia muda atau lansia dengan diabetes mellitus dan mempunyai riwayat merokok. Klien sebagian besar gagal dalam merawat kakinya dengan baik, ulserasi kaki yang teerinfeksi dan kemungkinan gangren atau nekrosis jaringan. Kelompok terbesar kedua yang mengalami amputasi terdiri dari orang-orang yang mengendarai sepeda motor atau karena kecelakaan atau cedera pada saat bekerja dengan menggunakan mesi-mesin pabrik.
·         Patofisiologi
                Metode amputasi ada 2 yaitu metode terbuka dan tertutup. Metode amputasi terbuka dilakukan untuk pasien yang mengalami infeksi, pada pasien dengan infeksi dapat timbul cairan/drainase luka (pus), cairan ini dikeluarkan dulu sampai bersih. Pada metode ini mungkin menghasilkan sutura pada permukaan kulit. Teknik amputasi tertutup, sutura kulit dimasukkan ke bagian akhir tulang/bagian ujung tulang.
                Amputasi tidak hanya karena prosedur operasi saja, amputasi dapat juga terjadi karena bagian tubuh terpotong secara tidak sengaja karena gergaji dan bagian yang terpotong ini dalam keadaan sehat sehingga dapat ditanam/disambung kembali.
·         Tingkatan Amputasi
a. Ekstremitas Bawah
                Kehilangan sebagian atau semua jari-jari kecil menimbulkan ketidakmampuan minor, tetapi kehilangan jari-jari yang besar adalah signifikan karena mempengaruhi keseimbangan, jalan dan kemampuan “push and off” selama berjalan. Amputasi pada sebagian telapak kaki dan prosedur syme biasanya dilakukan pada penyakit peripheral vaskuler. Pada amputasi syme, sebagian besar telapak kaki diambil tapi dengan mempertahankan pergelangan kaki. Keuntungan pembedahan ini diatas amputasi tradisional dibawah lutut adalah weight bearing dapat dilakukan tanpa mengganti struktur asal dan tanpa menimbulkan nyeri. Baru-baru ini ada usaha yang lebih baik untuk melindungi sendi lutut dengan melakukan below knee amputation (BKA) daripada Above knee amputation (AKA). Disartikulasi pada paha, atau perpindahan sendi paha dan prosedur hemipelvectomy lebih sering terjadi pada klien yang muda daripada klien lansia, yang tidak dapat dengan mudah memegang disarankan untuk dilakukan ambulasi. Tingkat tertinggi amputasi, membutuhkan energi yang banyak untuk ambulasi. Prosedur tingkat tinggi ini dilakukan untuk kanker tulang.
b. Ekstremitas Atas
                Amputasi pada bagian ekstremitas atas biasanya lebih menyusahkan daripada amputasi pada salah satu kaki. Lengan dan tangan dibutuhkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan,mandi, berpakaian dan mengendarai mobil. Secara tipikal, sedapat mungkin dapat mempertahankan fungsi. Pemindahan lebih awal dengan pergantian struktur lama adalah vital bagi klien dengan amputasi tipe ini, amputasi pada ekstremitas atas jarang dilakukan daripada ekstremitas bawah.
·         Komplikasi Amputasi
                Beberapa prosedur pembedahan, infeksi dapat terjadi pada luka dan tulang. Pada klien lansia yang lemah dan bingung mempunyai resiko tinggi karena ekskreta yang mengkotori luka, karena klien memindahkan pakaian dan adanya prosedur angkat jahitan.
                Phantom limb pain merupakan komplikasi pada amputasi yang sering terjadi. Klien mengeluhkan nyeri pada saat menggerakkan anggota badannya, sering terjadi setelah pembedahan. Nyeri digambarkan seperti terbakar, sangat sakit dan bisa terjadi kejang. Sebagai tambahan, beberapa klien mengatakan bahwa mereka merasa nyeri jika memindahkan anggota badannya, posisi yang tak nyaman dan mereka merasa kaku, gatal pada saat nyeri. Pada sebagian klien nyeri dirasakan pada saat menyentuh bagian yang diamputasi, fatigue dan stress emosional. Jika nyeri berlangsung lama, stimulus lain dapat menyebabkan nyeri termasuk menyentuh anggota tubuh yang lain. Perawat mengenali nyeri pada klien dan harus diterapi untuk menurunkan kecemasan pada klien. Karena klien mengalami penurunan mobilisasi  akibat dari pembedahan. Komplikasi seperti ateletaksis, pneumonia, tromboembolisme, kulit pecah-pecah dapat juga terjadi. Formasi pada neuroma, merupakan tumor sensitif yang terdiri dari sel-sel nervus yang ditemukan pada akhir. Sebagian besar terjadi pada amputasi di ekstremitas atas tapi dapat juga terjadi dimana saja. Flexion contracture pada paha atau lutut terlihat pada klien dengan amputasi pada ekstredmitas bawah. Komplikasi ini harus dicegah untuk memungkinkan klien dilakukan prosthesis (penggantian struktur/organ dengan organ artifisial).
·         Prevensi/Pencegahan
                Amputasi dapat dicegah dengan mengajarkan klien tentang kesehatan yang baik. Klien dengan sirkulasi yang buruk yang disebabkan oleh diabetes atau penyakit lain harus memberikan perhatian khusus pada kaki, dimana kaki merupakan anggota tubuh yang paling jauhdari jantung dan lama untuk sembuh jika terluka. Perilaku mengendarai kendaraan yang baik dan penggunaan mesin pabrik yang baik dapat mencegah cedera traumatik, yang dapat mengakibatkan terjadinya amputasi. Meskipun terutama orang-orang pada usia muda suka mengambil kegiatan yang beresiko, bahaya yang berhubungan dengan mesin pabrik tidak dapat dianggap remeh.

2.8.3 Penanganan Post Operatif 
                Perawatan postoperasi untuk klien dengan reduksi terbuka fiksasi internal atau fiksator eksternal sama pada pasien bedah lain. Bagaimanapun juga, karena tulang ada vaskulernya, jaringan tubuh yang dinamis, resiko klien untuk komplikasi spesefik tidak umum pada klien dengan bedah lain. Sebagian besar masalah seperti emboli lemak didiskusikan dalam patofisiologi. Rencana perawatan klien untuk post-op fraktur dimasukkan juga dalam rencana perawatan bedah muskuloskeletal.
Ø  Rehabilitasi
                Mengembalikan fungsi, merupakan bagian pengobatan yang essensial pada semua cedera. Pada sebagian besar kasus, dapat diharapkan kembali normal seperti semula, dan tujuan rehabilitasi adalah pencapaian hal ini secepat mungkin. Terkadang timbul kerusakan yang tak dapat diperbaiki pada waktu cedera sehingga tak dapat diharapkan kembalinya fungsi normal seperti semula. Harapan kembalinya seperti semula pada cedera ekstremitas memerlukan anjuran agar pasien menggerakkan semua persendian di bagian yang cedera yang tak dimobilisasi. Kemudian setelah bidai dilepaskan, sebaiknya sesegera mungkin ekstremitas yang cedera dipakai secara aktif sampai hilangnya sisa rasa tak enak, kekakuan dan pembengkakan.
                Pada fraktura, keperluan immobilisasi untuk memungkinkan “union” dalam posisi yang baik akan menambah kekakuan yang disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak. Terutama pada sendi di bawah tempat cedera karena otot-otot dan tendon untuk pergerakannya juga rusak.
                Metode pengobatan bervariasi sesuai dengan hebatnya cedera dan sikap mental klien. Pada sebagian kasus dengan trauma yang tak hebat, dianjurkan menggunakan bagian yang cedera secara normal dalam jumlah yang cukup memadai. Pada cedera yang lebih hebat, perlu latihan mobilisasi yang diawasi ahli fisioterapi, disertai kompres hangat untuk mengatasi spasme otot. Hal ini dimulai sesegera mungkin setelah mobilisasi selesai. Latihan ini biasanya lebih baik dilakukan oleh satu kelompok pasien bersama-sama di dalam suatu ruangan sehingga lebih menambah semangat kompetitif, yang akan membantu pasien-pasien yang lebih gelisah. Latihan dilakukan melawan reistensi yang meningkat seperti dengan mengangkat beban oleh bagian yang cedera sangat bermanfaat pada tahap akhir.
                Kadang-kadang pada cedera yang berat; pada pasien yang mempunyai pekerjaan fisik yang berat maka pembiayaan dalam masa singkat bagi pusat rehabilitasi di daerahnya lebih berharga, tidak hanya karena pusat-pusat tersebut mempunyai fasilitas dan alat-alat yang mungkin terbaik tetapi juga berlainan dari kebanyakan bagian fisioterapi rumah sakit; yang dapat memberikan pengobatan kepada pasien secara terus-menerus pada seluruh hari kerja. Sebagai tambahan, pertama-tama lingkungan yang terbentuk menggiatkan aktifitas maksimal  dan kedua asisten terlatih dapat memberikan bantuan pada pasien untuk melakukan aktifitas khusus yang diperlukan pekerjaan sehari-harinya dan bila ia menemukan kesukaran.
                Bisa timbul kekakuan sendi atau deformitas ringan yang permanen, tetapi sebagai hasil pengobatan di atas, pada akhirnya hal ini merupakan disabilitas yang sebenarnya tak berarti Pada kasus-kasus yang dipikirkan mempunyai sejumlah disabilitas permanen, maka rehabilitasi mempunyai 2 tujuan; pertama mengurangi pengaruh fungsional disabilitas ini dan kedua, membantu pasien mengatasi problema sosial  dan fisik yang timbul sebagi akibatnya.
                Pekerja sosial medik seringkali dapat membantu dalam masalah sosial dan finansial yang timbul akibat sejumlah disabilitas permanen. Pekerjaan yang cocok dapat ditemukan dengan mendaftarkan pasien sebagi orang cacat pada depertemen tenaga kerja dan mengirimkannya ke kantor penempatan kembali orang-orang cacat. Dan mungkin bisa dengan mengajarkan klien dengan keahlian baru yang mampu dikerjakan dalam keterbatasannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar